Rabu, 09 Januari 2013

Religiusitas Doubt


Religious Doubt Pada Remaja Yang Orangtuanya Beda Agama

A.Pendahuluan
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang bertentangan satu sama lain. Pada masa ini remaja melepaskan ketergantungan terhadap orang tua, dan ingin hidup bebas sesuai keinginannya. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri atas Ayah, Ibu, dan anak. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan anak.[1] Hidup dalam lingkungan keluarga yang berbeda  agama merupakan hal yang sulit dan dibutuhkan keahlian khusus untuk menyesuaikan dengan keadaannya. Pertentangan atas perbedaan agama dalam kehidupannya menyebabkan kebingungan dan kegelisahan. Begitu juga dengan remaja ini kebimbangan beragama  sering melanda dirinya karena perkembangan kecerdasan yang mulai mencapai kematangan. Perkembangan jiwanya sangat dipengaruhi oleh perkembangan pikiran yang sedang dia lalui terkadang mempunyai perasaan yang saling bertentangan (ambivalent) ; agama manakah yang harus dianut kristen dari sang ayah atau islam dari sang ibu,  juga terhadap dirinya sendiri yang mengalami proses pertumbuhan yang begitu cepat dan mengalir terus, sehingga sering  menimbulkan kegoncangan jiwa, kecanggungan sikap dan beberapa ciri khas remaja lainnya.


B.Identifikasi Masalah ( Kasus)
Remaja ini merupakan siswi berumur 13 tahun, hidup di keluarga yang orangtuannya berbeda agama, sang ayah kristen dan sang ibu islam. Tempat tinggalnya dekat dengan gereja. Di masa SD Remaja ini tercatat identitasnya  sebagai muslim, tapi perilaku keagamaannya double religius, disatu sisi dia beragama islam terkadang puasa terkadang solat, di satu sisi dia ikut ke gereja bersama ayahnya. Ketika beranjak remaja timbullah religious doubt  akan agama islam yang dia anut belum begitu mendalam dan condong ke agama kristen.




C.Analisa Kasus
 1)Timbulnya agama pada remaja:
      a)Rasa ketergantungan (Sense of Dependent)
     Remaja ini lebih dekat dengan sang ibu karena banyak waktunya yang dihabiskan dengan sang ibu yang selalu ada di rumah dibanding dengan sang ayah yang sering kerja keluar, juga melalui pengalaman di sekolah umum yang mayoritas siswanya muslim itulah yang membentuk  agama islam pada dirinya.
       b)Percaya turut-turutan
     Kepercayaan terhadap agama tanpa didasari oleh keyakinan sendiri, kepercayaannya mengikuti lingkungan dimana dia hidup. Ketika di sekolah mengikuti kegiatan keislaman seperti:solat jamaah, karena merupakan pengajaran pendidikan agama islam yang merupakan matapelajaran yang wajib diikuti seorang muslim. Ketika di rumah khusunya di hari libur yakni hari minggu mengikuti ayah ke gereja. Akibat dari percaya turut-turutan ini adalah sedikit perhatian umtuk meningkatkan agama dan jarang aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan[2] sehingga tidak merasakan kemantaban dalam beragama dan mudah tergoyahkan.

  2) Sikap dan Jiwa keagamaan
     Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah lakuyang berkaitan dengan agama.[3]
    Perkembangan beragama pada remaja
          a)Aspek Perkembangan
   Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan  rohani dan jasmani. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
                 1)Pertumbuhan pikiran dan mental
      Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik. Ajaran agama akan merangsang pengembangan pikiran dan mental yang tercermin dalam sikap keagamaannnya. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Di dalam hatinya mulai timbul pertanyaan mengenai kebenaran agama manakah yang benar dan yang akan dipilih?. Pengajarn agama islam yang diterimanaya kurang konservatif sehingga menyebabkan kebimbangan.
               2)Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja baik perasaan sosial, ethis dan estetis. Dia yang sering mendapatkan hadiah dari ayahnya yang diperoleh dari gereja, keindahan yang dia rasakan ketika menyanyi di gereja mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan agama kristen.
        3)Perkembangan moral
       a)Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik. Ketika berada di rumah  yang letaknya dekat dengan gereja mengikuti kegiatan keagamaan dari gereja akan tetapi ketika di sekolah  mengikuti  kegiatan keislaman yang diadakan sekolah.
         b)Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama, karena hidup dalam lingkungan dua agama yang berbeda.

 3)Faktor yang Mempengaruhi Jiwa Keagamaan
      a)Peran  Orang Tua 
 Peran orang tua  sangatlah menentukan  dalam pembentukan sikap keagamaan. Dalam suatu hadits diriwayatkan  “ Setiap bayi yang dilahirkan  dalam keadaan  fitrah, maka kedua orangtuanyalah  yang bertanggung jawab apakah anak itu nantinya akan menjadi yahudi, nashrani atau majusi  (hadits).
       Sang Ayah : Citra Bapak  merupakan patron (pola) bagi anak dalam pembentukan dasar-dasar keagamaan dalam dirinya.[4] Sang ayah yang taat beribadah pergi ke gereja setiap minggu, bijaksana,  penyabar, wibawa, baik hati, menarik perhatiannya untuk menjadikan teladan baginya. Hal inilah  yang meneyebabkan dia meniru aktifitas sang idola ke gereja.
            Sang Ibu : Sang ibulah yang memberikan pewarnaan agama islam ketika dia lahir, hal         ini dipertimbangkan karena sang ibulah yang lebih lama dan selalu dengannya. Akan tetapi agama sang ibu belum begitu mendalam sang ibu hanya kokoh dalam mempertahankan islam tapi sikap keagamaan dalam arti ketaatanya dan nilai yang diajarkan kepada sang  anak hanya minim sebatas pengenalan agama islam.

      b)Pendidikan Keluarga
   Pedidikan Keluarga  merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan.[5]  Peran keluarga sangatlah berhubungan dengan jiwa keagamaan anak. Sang Ibu yang tidak begitu taat terhadap ajaran agama islam juga berpengaruh terhadap sang anak dan menjadikan anak sama seperti keagamaan sang ibu: tidak begitu kuat dan kental ajaran agamannya,  jarang melakukan ibadah. Menurut Gilbert Highes menyatakan bahwa kebiasaan  yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. [6]
   c)Lingkungan Institusional 
     Kurikulum sekolah memberi pengaruh dan membantu kepribadian anak. Karena dia tercatat sebagai siswi muslim maka diberi Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran. Lingkungan sekolah yang mayoritas islam beserta kegiatan keislaman memberikan warna keislaman pada dirinya.

 4) Hambatan-hambatan dalam menjalankan ajaran agama (Islam)
      a)Faktor dari diri sendiri
Pengalaman keagamaan yang dimiliki sedikit. Anak itu hanya mendapat pengalaman keagamaan dari kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolahnya yang hanya  2 jam, selebihnya dari sang ibu di rumah yang juga sedikit pengalamannya. Pengalaman yang sedikit dan sempit inilah yang kemudian menyebabkan hambatan untuk mengerjakan agama secara mantap dan stabil, sehingga perkembangannya lebih bersifat statis dan menyebabkan kebimbangan dalam menjalankan agama yang dianutnya.
      b)Faktor luar
        Pendidikan dalam keluarga yang berbeda agama dari sang ayah. Melihat cara berdoa sang ayah, ketaatannya terhadap agama kristen  dengan beribadah setiap hari minggu, suka akan nyanyian ketika berada di gereja, dan merasa sang ayah begitu kharismatik yang menjadi idola dalam keluargannya.




 5)Konflik dan Keraguan
Manusia memiliki sifat konsrvatif ( Senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosity ( dorongan ingin tahu). Timbul rasa ingin tahu untu mencari kebenaran dan adanya  perbedaan ajaran antara islam dan kristen memunculkn sikap keraguan. Dalam diri remaja tersebut terdapat keraguan yang disebabkan oleh keragaman agama dalam lingkungan keluarganya,  Keraguan tersebut menimbulkan konflik dalam diri anak, sehingga dia dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang baik dan buruk, serta antara yang benar dan salah. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu di antara dua macam agama.

 6)Kebimbangan Beragama
       Sesungguhnya kebimbangan terhadap ajaran agama yang pernah diterimanya tanpa kritik waktu kecilnya itu, menandakan bahwa kesadaran rasa beragama telah berfungsi. Pada masa ini keyakinan beragama lebih dikuasai perasaan. Kebimbangan dan kegoncangan keyakinan yang terjadi karena kecerdasan yang berkembang berhubungan dengan segala pengalaman dan proses pendidikan yang dilaluinya sejak kecil.[7] Sejak kecil dia menerima pengajaran agama islam yang hanya sampai pada tahap pengenalan saja dan pengalaman yang sempit  tentang agama islam.
Kebimbangan itu bergantung kepada dua faktor penting, yaitu keadaan jiwa orang yang bersangkutan dan keadaan sosial yang melingkunginya.[8] Keadaan jiwa remaja yang sudah dapat berpikir secara abstrak dan lebih kompleks, sudah tidak tergantung dengan pilihan orangtua,mempertimbngkn kembali hal yang dipilihnya,guncang dengan kebimbangan dalam mengikuti diantara dua agama yang berbeda dalam lingkungan sekitar gereja dan lingkungan sekolah dengan corak agak keislaman.

 7)Faktor yang menyebabkan adanya keraguan-raguan (kebimbangan)
       a)Jiwa remaja yang tidak terdidik atau dibina sejak kecil.
Keislaman yang ada pada dirinya masih labil, karena pengalaman  sang ibu yang belum begitu dalam dan kental keislamannya sehingga peranan dalam mendidik sang anak juga tidak dapat maksimal. Dia hanya mendapatkan pengajaran islam dari sekolah dan tidak dimasukkan ke sekolah tambahan untuk mempelajari agama islam seperti: TPA, Madin, les keagaman, kajian agama, dan lain-lain.
        b) Adanya perbedaan ajaran agama yang melingkupi kehidupannya.
                Sang ayah yang kristen dan sang ibu yang islam.

 9)Faktor penyelamat menghindarkan remaja dari kesesatan kepada murtad dan meninggalkan agamanya)
a)      Hubungan kasih sayang antara dia dan orangtua.
Ibu seharusnya memperhatikan agama sang anak dalam arti tetap mempertahankan mengokohkan agama islam kepada sang anak dengan membekali ilmu agama yang kuat yang dapat dilakukan dengan memasukkan kepada sekolah yang bercorak islam tidak hanya mengandalkan ajaran agama islam pada kurikulum sekolah yang hanya dua jam.
b)      Tekun dalam menjalankan ajaran agama islam terlebih yang dilakukan secara berkelompok.
   Menjalankan ajaran islam akan menguatkan terhadap kepercayaan agama islam, apalagi dilaksanaakan secara berkelompok akan lebih bersemangat dan akan lebih mempengaruhi terhadap jiwa agar tetap kokoh pendiriannya terhadap agama islam.

 10)Pentingnya Pendidikan agama
 Pendidikan agama hendaknaya tidak hanya mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan dalam melaksanakan ibadah, tapi yang jauh lebih penting adalah menghayati nilai ajaran sehingga dapat diresapi dan dapat menjadi benteng dari kemurtadan.
Pendidikan agama hendaknya memberi warna kepribadian anak, menjadi pengendali dalam kehidupan di kemudian hari.
Agar agama itu benar-benar dihayati, dipahami dan digunakan sebagai pedoman hidup maka hendaknya agama itu menjadi unsur dalam kepribadiaannya. Hal itu dapat dilakukan dengan percontohan, latihan-latihan, dan pengertiaan tentang ajaran agama.
Hendaknya guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat dan segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian guru agama dapat memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan perasaan dapat diatasi.
Tugas guru agama, tidak hanya melaksanakan pendidikan agama secara baik, akan tetapi ia juga harus dapat memperbaiki pendidikan gama yang telah terlanjur salah diterima anak, baik dalam keluarga maupun masyarakat sekitar. Ia tidak hanya melakukan pendidikan, akan tetapi ia sekaligus mengadakan pendidikan ulang ( re-education) terhadap yang telah terlanjur salah di masa lampau. Di samping ia membina pribadi anak, ia juga melakukan pembinaan kembali terhadap pribadi ( reconstruction of personality) anak. Dapat dikatakan bahwa guru agama disamping sebagai guru
          hendaknya sebagai konsultan jiwa bagi anak didik.



C) Kesimpulan

Religious doubt pada remaja merupakan kebimbangan yang terjadi karena adanya kebimbangan dan keraguan terhadap adanya perbedaan. Masa remaja merupakan masa dimana pikirannya berkembang menuju kematang yang dicirikan perkembngan kognisi yang kompleks dan dapat berpikir secara abstrak, tidak lagi hanya menerima saja pemikiran yang datang kepadanya tapi timbul juga pemikiran yang kritis untuk menolak dan menerima suatu ajaran.
Pada remaja yang orangtuanya beda agama dibutuhkan kemampuan khusus (extra) untuk dapat tetap kokoh dalam pendirian agama islam dengan cara memberikan ajaran hakikat agama islam untuk dihayati dan diresapi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan memperkental pemahaman islam dan ajarannya dengan memperbanyak pengalaman keagamaan islam, misal: solat berjamaah, mengikuti kajian islam,sekolah di lembaga islam untuk memperdalam ilmu agama islam,dan lain-lain.













DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. 2003. Jakarta: Bulan Bintang
Haris,Ahmad. Menggairahkan Kehidupan Beragama di Kalangan Remaja. 1987. Jakarta: Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Departemen agama
Jalaluddin. Psikologi Agama. 2005. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ramayulis, Psikologi Agama,2002. Jakarta: Kalam Mulia


[1] Djalaluddin, Psikologi Agama,2005,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 248
[2] Ahmad Haris, Menggairahkan Kehidupan Beragama di Kalangan Remaja, 1987, Jakarta: Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Departemen Agama,hal.13
[3] Ramayulis, Psikologi Agama,2002, Jakarta : Kalam Mulia, hal.96
[4] Djalaluddin, Psikologi Agama,2005,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 191
[5] Ibid., hal.230
[6] Ibid., hal.227
[7] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama,2003,Jakarta: Bulan Bintang hal. 115
[8] Ibid., hal. 116

1 komentar:

  1. terimaksih tulisanya, dan saya suka referensinya para prof. yang ahli dibidangnya.

    BalasHapus