Religious
Doubt Pada Remaja Yang Orangtuanya Beda Agama
A.Pendahuluan
Masa
remaja adalah masa bergejolaknya bermacam perasaan yang kadang bertentangan
satu sama lain. Pada masa ini remaja melepaskan ketergantungan terhadap orang
tua, dan ingin hidup bebas sesuai keinginannya. Keluarga merupakan satuan
sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggotanya terdiri atas
Ayah, Ibu, dan anak. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi
pembentukan jiwa keagamaan anak.[1]
Hidup dalam lingkungan keluarga yang berbeda agama merupakan hal yang sulit dan dibutuhkan keahlian
khusus untuk menyesuaikan dengan keadaannya. Pertentangan atas perbedaan agama
dalam kehidupannya menyebabkan kebingungan dan kegelisahan. Begitu juga dengan
remaja ini kebimbangan beragama sering
melanda dirinya karena perkembangan kecerdasan yang mulai mencapai kematangan. Perkembangan
jiwanya sangat dipengaruhi oleh perkembangan pikiran yang sedang dia lalui terkadang
mempunyai perasaan yang saling bertentangan (ambivalent) ; agama manakah yang
harus dianut kristen dari sang ayah atau islam dari sang ibu, juga terhadap dirinya sendiri yang mengalami
proses pertumbuhan yang begitu cepat dan mengalir terus, sehingga sering menimbulkan kegoncangan jiwa, kecanggungan
sikap dan beberapa ciri khas remaja lainnya.
B.Identifikasi
Masalah ( Kasus)
Remaja
ini merupakan siswi berumur 13 tahun, hidup di keluarga yang orangtuannya
berbeda agama, sang ayah kristen dan sang ibu islam. Tempat tinggalnya dekat
dengan gereja. Di masa SD Remaja ini tercatat identitasnya sebagai muslim, tapi perilaku keagamaannya
double religius, disatu sisi dia beragama islam terkadang puasa terkadang
solat, di satu sisi dia ikut ke gereja bersama ayahnya. Ketika beranjak remaja
timbullah religious doubt akan agama
islam yang dia anut belum begitu mendalam dan condong ke agama kristen.
C.Analisa
Kasus
1)Timbulnya agama pada remaja:
a)Rasa ketergantungan (Sense of
Dependent)
Remaja ini lebih dekat dengan sang ibu
karena banyak waktunya yang dihabiskan dengan sang ibu yang selalu ada di rumah
dibanding dengan sang ayah yang sering kerja keluar, juga melalui pengalaman di
sekolah umum yang mayoritas siswanya muslim itulah yang membentuk agama islam pada dirinya.
b)Percaya turut-turutan
Kepercayaan terhadap agama tanpa didasari
oleh keyakinan sendiri, kepercayaannya mengikuti lingkungan dimana dia hidup.
Ketika di sekolah mengikuti kegiatan keislaman seperti:solat jamaah, karena
merupakan pengajaran pendidikan agama islam yang merupakan matapelajaran yang
wajib diikuti seorang muslim. Ketika di rumah khusunya di hari libur yakni hari
minggu mengikuti ayah ke gereja. Akibat dari percaya turut-turutan ini adalah
sedikit perhatian umtuk meningkatkan agama dan jarang aktif dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan[2]
sehingga tidak merasakan kemantaban dalam beragama dan mudah tergoyahkan.
2) Sikap dan Jiwa keagamaan
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan
yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah lakuyang
berkaitan dengan agama.[3]
Perkembangan beragama pada remaja
a)Aspek Perkembangan
Perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmani.
Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
1)Pertumbuhan pikiran dan
mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang
diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik. Ajaran
agama akan merangsang pengembangan pikiran dan mental yang tercermin dalam
sikap keagamaannnya. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Di dalam
hatinya mulai timbul pertanyaan mengenai kebenaran agama manakah yang benar dan
yang akan dipilih?. Pengajarn agama islam yang diterimanaya kurang konservatif
sehingga menyebabkan kebimbangan.
2)Perkembangan perasaan
Berbagai
perasaan telah berkembang pada masa remaja baik perasaan sosial, ethis dan
estetis. Dia yang sering mendapatkan hadiah dari ayahnya yang diperoleh dari
gereja, keindahan yang dia rasakan ketika menyanyi di gereja mendorong remaja
untuk menghayati perikehidupan agama kristen.
3)Perkembangan moral
a)Adaptive, mengikuti situasi lingkungan
tanpa mengadakan kritik. Ketika berada di rumah
yang letaknya dekat dengan gereja mengikuti kegiatan keagamaan dari
gereja akan tetapi ketika di sekolah
mengikuti kegiatan keislaman yang
diadakan sekolah.
b)Submissive,
merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama, karena hidup dalam
lingkungan dua agama yang berbeda.
3)Faktor yang Mempengaruhi Jiwa Keagamaan
a)Peran
Orang Tua
Peran
orang tua sangatlah menentukan dalam pembentukan sikap keagamaan. Dalam
suatu hadits diriwayatkan “ Setiap bayi
yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang bertanggung jawab apakah anak itu
nantinya akan menjadi yahudi, nashrani atau majusi (hadits).
Sang Ayah : Citra Bapak merupakan patron (pola) bagi anak dalam
pembentukan dasar-dasar keagamaan dalam dirinya.[4]
Sang ayah yang taat beribadah pergi ke gereja setiap minggu, bijaksana, penyabar, wibawa, baik hati, menarik
perhatiannya untuk menjadikan teladan baginya. Hal inilah yang meneyebabkan dia meniru aktifitas sang
idola ke gereja.
Sang Ibu : Sang ibulah yang
memberikan pewarnaan agama islam ketika dia lahir, hal ini dipertimbangkan karena sang ibulah
yang lebih lama dan selalu dengannya. Akan tetapi agama sang ibu belum begitu
mendalam sang ibu hanya kokoh dalam mempertahankan islam tapi sikap keagamaan
dalam arti ketaatanya dan nilai yang diajarkan kepada sang anak hanya minim sebatas pengenalan agama
islam.
b)Pendidikan Keluarga
Pedidikan Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa keagamaan.[5] Peran keluarga sangatlah berhubungan dengan
jiwa keagamaan anak. Sang Ibu yang tidak begitu taat terhadap ajaran agama
islam juga berpengaruh terhadap sang anak dan menjadikan anak sama seperti
keagamaan sang ibu: tidak begitu kuat dan kental ajaran agamannya, jarang melakukan ibadah. Menurut Gilbert
Highes menyatakan bahwa kebiasaan yang
dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. [6]
c)Lingkungan Institusional
Kurikulum sekolah memberi pengaruh dan
membantu kepribadian anak. Karena dia tercatat sebagai siswi muslim maka diberi
Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran. Lingkungan sekolah yang mayoritas
islam beserta kegiatan keislaman memberikan warna keislaman pada dirinya.
4) Hambatan-hambatan dalam menjalankan ajaran
agama (Islam)
a)Faktor dari diri sendiri
Pengalaman
keagamaan yang dimiliki sedikit. Anak itu hanya mendapat pengalaman keagamaan
dari kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolahnya yang hanya 2 jam, selebihnya dari sang ibu di rumah yang
juga sedikit pengalamannya. Pengalaman yang sedikit dan sempit inilah yang
kemudian menyebabkan hambatan untuk mengerjakan agama secara mantap dan stabil,
sehingga perkembangannya lebih bersifat statis dan menyebabkan kebimbangan
dalam menjalankan agama yang dianutnya.
b)Faktor luar
Pendidikan dalam keluarga yang berbeda agama dari sang ayah. Melihat
cara berdoa sang ayah, ketaatannya terhadap agama kristen dengan beribadah setiap hari minggu, suka
akan nyanyian ketika berada di gereja, dan merasa sang ayah begitu kharismatik
yang menjadi idola dalam keluargannya.
5)Konflik dan Keraguan
Manusia memiliki sifat konsrvatif (
Senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosity ( dorongan ingin tahu).
Timbul rasa ingin tahu untu mencari kebenaran dan adanya perbedaan ajaran antara islam dan kristen
memunculkn sikap keraguan. Dalam diri remaja tersebut terdapat keraguan yang
disebabkan oleh keragaman agama dalam lingkungan keluarganya, Keraguan tersebut menimbulkan konflik dalam
diri anak, sehingga dia dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang baik dan
buruk, serta antara yang benar dan salah. Konflik yang terjadi antara pemilihan
satu di antara dua macam agama.
6)Kebimbangan Beragama
Sesungguhnya kebimbangan terhadap ajaran agama yang pernah diterimanya
tanpa kritik waktu kecilnya itu, menandakan bahwa kesadaran rasa beragama telah
berfungsi. Pada masa ini keyakinan beragama lebih dikuasai perasaan.
Kebimbangan dan kegoncangan keyakinan yang terjadi karena kecerdasan yang
berkembang berhubungan dengan segala pengalaman dan proses pendidikan yang
dilaluinya sejak kecil.[7]
Sejak kecil dia menerima pengajaran agama islam yang hanya sampai pada tahap
pengenalan saja dan pengalaman yang sempit
tentang agama islam.
Kebimbangan itu bergantung kepada dua
faktor penting, yaitu keadaan jiwa orang yang bersangkutan dan keadaan sosial
yang melingkunginya.[8]
Keadaan jiwa remaja yang sudah dapat berpikir secara abstrak dan lebih
kompleks, sudah tidak tergantung dengan pilihan orangtua,mempertimbngkn kembali
hal yang dipilihnya,guncang dengan kebimbangan dalam mengikuti diantara dua
agama yang berbeda dalam lingkungan sekitar gereja dan lingkungan sekolah
dengan corak agak keislaman.
7)Faktor yang menyebabkan adanya
keraguan-raguan (kebimbangan)
a)Jiwa remaja yang tidak terdidik atau
dibina sejak kecil.
Keislaman yang ada pada dirinya masih
labil, karena pengalaman sang ibu yang
belum begitu dalam dan kental keislamannya sehingga peranan dalam mendidik sang
anak juga tidak dapat maksimal. Dia hanya mendapatkan pengajaran islam dari
sekolah dan tidak dimasukkan ke sekolah tambahan untuk mempelajari agama islam seperti:
TPA, Madin, les keagaman, kajian agama, dan lain-lain.
b) Adanya perbedaan ajaran agama yang melingkupi kehidupannya.
Sang ayah yang kristen dan sang
ibu yang islam.
9)Faktor penyelamat menghindarkan remaja dari
kesesatan kepada murtad dan meninggalkan agamanya)
a) Hubungan
kasih sayang antara dia dan orangtua.
Ibu
seharusnya memperhatikan agama sang anak dalam arti tetap mempertahankan
mengokohkan agama islam kepada sang anak dengan membekali ilmu agama yang kuat
yang dapat dilakukan dengan memasukkan kepada sekolah yang bercorak islam tidak
hanya mengandalkan ajaran agama islam pada kurikulum sekolah yang hanya dua
jam.
b) Tekun
dalam menjalankan ajaran agama islam terlebih yang dilakukan secara
berkelompok.
Menjalankan ajaran islam akan menguatkan
terhadap kepercayaan agama islam, apalagi dilaksanaakan secara berkelompok akan
lebih bersemangat dan akan lebih mempengaruhi terhadap jiwa agar tetap kokoh
pendiriannya terhadap agama islam.
10)Pentingnya Pendidikan agama
Pendidikan agama hendaknaya tidak hanya
mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan dalam melaksanakan
ibadah, tapi yang jauh lebih penting adalah menghayati nilai ajaran sehingga
dapat diresapi dan dapat menjadi benteng dari kemurtadan.
Pendidikan
agama hendaknya memberi warna kepribadian anak, menjadi pengendali dalam
kehidupan di kemudian hari.
Agar
agama itu benar-benar dihayati, dipahami dan digunakan sebagai pedoman hidup
maka hendaknya agama itu menjadi unsur dalam kepribadiaannya. Hal itu dapat
dilakukan dengan percontohan, latihan-latihan, dan pengertiaan tentang ajaran agama.
Hendaknya
guru agama memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan
akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat dan segala keinginan, dorongan
dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Dengan pengertian guru agama dapat
memilihkan cara penyajian agama yang tepat bagi mereka, sehingga kegoncangan
perasaan dapat diatasi.
Tugas
guru agama, tidak hanya melaksanakan pendidikan agama secara baik, akan tetapi
ia juga harus dapat memperbaiki pendidikan gama yang telah terlanjur salah
diterima anak, baik dalam keluarga maupun masyarakat sekitar. Ia tidak hanya
melakukan pendidikan, akan tetapi ia sekaligus mengadakan pendidikan ulang (
re-education) terhadap yang telah terlanjur salah di masa lampau. Di samping ia
membina pribadi anak, ia juga melakukan pembinaan kembali terhadap pribadi (
reconstruction of personality) anak. Dapat dikatakan bahwa guru agama disamping
sebagai guru
hendaknya sebagai konsultan jiwa bagi
anak didik.
C)
Kesimpulan
Religious
doubt pada remaja merupakan kebimbangan yang terjadi karena adanya kebimbangan
dan keraguan terhadap adanya perbedaan. Masa remaja merupakan masa dimana pikirannya
berkembang menuju kematang yang dicirikan perkembngan kognisi yang kompleks dan
dapat berpikir secara abstrak, tidak lagi hanya menerima saja pemikiran yang
datang kepadanya tapi timbul juga pemikiran yang kritis untuk menolak dan
menerima suatu ajaran.
Pada
remaja yang orangtuanya beda agama dibutuhkan kemampuan khusus (extra) untuk
dapat tetap kokoh dalam pendirian agama islam dengan cara memberikan ajaran
hakikat agama islam untuk dihayati dan diresapi. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan memperkental pemahaman islam dan ajarannya dengan memperbanyak
pengalaman keagamaan islam, misal: solat berjamaah, mengikuti kajian
islam,sekolah di lembaga islam untuk memperdalam ilmu agama islam,dan
lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Daradjat,
Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. 2003. Jakarta: Bulan Bintang
Haris,Ahmad.
Menggairahkan Kehidupan Beragama di Kalangan Remaja. 1987. Jakarta:
Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Departemen agama
Jalaluddin.
Psikologi Agama. 2005. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ramayulis,
Psikologi Agama,2002. Jakarta: Kalam Mulia
[1] Djalaluddin, Psikologi
Agama,2005,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 248
[2] Ahmad
Haris, Menggairahkan Kehidupan Beragama di Kalangan Remaja, 1987,
Jakarta: Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Departemen Agama,hal.13
[3] Ramayulis, Psikologi
Agama,2002, Jakarta : Kalam Mulia, hal.96
[4] Djalaluddin, Psikologi
Agama,2005,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 191
[5] Ibid., hal.230
[6] Ibid., hal.227
[7] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa
Agama,2003,Jakarta: Bulan Bintang hal. 115
[8] Ibid., hal. 116
terimaksih tulisanya, dan saya suka referensinya para prof. yang ahli dibidangnya.
BalasHapus