Rabu, 09 Januari 2013

FENOMENA GENG REMAJA DAN PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Yogyakarta dikatakan sebagai kota pelajar, tetapi bukan menjadi rahasia umum lagi ketika Yogyakarta hadir menjadi dalang kegiatan-kegiatan remaja yang bersifat negatif. Yang menonjol adalah sebuah pembentukan kelompok-kelompok sosial non-formal yang disinyalir sebagai sebuah mata rantai kehidupan bebas remaja yang lazim disebut ”gengster” atau ”geng”. Geng remaja adalah sekelompok ramaja yang membentuk komunitas kecil dengan aktivitas khusus yang mereka sepakati.[1]
Anak SMA yang tergolong remaja tentunya sarat dengan pencarian jati diri. Salah satu ruang untuk mencari jati diri bagi remaja adalah komunitas sehobi atau sekedar mampu menampung keinginan sesaat, yakni geng.[2] Tidak dapat dipungkiri juga sifat remaja yang ingin tahu, suka mencoba-coba, dan meniru menjadikan mereka masuk ke dalam geng sekolah. Apalagi ketika di rumah mereka diatur oleh orang tuannya tidak boleh ini-itu, lain halnya di geng mereka bebas melakukan apapun, sehingga  mereka lebih nyaman ketika berada di geng daripada di rumah. Bahkan pencarian jati diri tersebut sering menjadi ajang coba-coba yang mengarah pada hal negatif. Padahal pencarian jati diri yang benar bukan sekedar  coba-coba, perlu cara, strategi dan pendampingan khusus.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan munculnya geng-geng di kalangan remaja, sebab hal itu selaras dengan kodratnya sebagai makhluk sosial. Akan tetapi, ketika mereka bersekongkol melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain secara terkoordinir, maka geng tersebut dapat dikatakan menyimpang. Justru yang terjadi di lapangan adalah banyak geng yang melakukan perbuatan negatif dari pada perbuatan positif.
Tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh geng ini misalnya adalah tawuran antar geng, mabuk-mabukan, mencorat-coret dinding di tempat-tempat umum dan lain sebagainya. Jelas hal ini bertentangan dengan ajaran islam, seperti yang tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 berikut ini,

tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ ö@è% (#r玍ŠÎû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB ã@ö6s% 4 tb%x. OèdçŽsYò2r& tûüÏ.ÎŽô³B ÇÍËÈ

 “Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”

Selama ini masyarakat telah memberikan citra yang negatif terhadap geng, meskipun tidak semua geng bersifat negatif. Ada pula geng yang bersifat positif. Namun tidak dapat dipungkiri hampir sebagian besar kegiatan yang dilakukan geng adalah negatif, maka perlu adanya penanganan yang serius dari semua pihak. Terlebih apabila kegiatan yang mereka lakukan itu dapat mengganggu ketertiban umum.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan pendekatan psikologi perkembangan. Penelitian dilakukan di dua sekolah yaitu di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok sebagai sebuah studi komparasi anatara geng positif dan negatif. Dipilihnya subyek penelitian tersebut dengan pertimbangan  penulis mengetahui latar belakang fenomena geng di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok.
                                                                  


Pada penelitian ini, data diperoleh dari lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data anatara lain:
a)            Interview (wawancara)
Wawancara dilakukan dengan interaksi melalui tanya jawab secara langsung yang terlibat dengan objek penelitian meliputi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK), Guru Pendidikan Agama Islam (Guru PAI), dan beberapa siswa-siswi SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok yang terlibat di dalam geng maupun di luar geng.
b)            Observasi (Pengamatan)
Pengamatan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung fenomena-fenomena, objek-objek yang diteliti sehingga diharapkan peniliti dapat mengamati secara langsung kegiatan Yang dilakukan objek penilitian dalam upaya menghindari kesalahan penafsiran atau interprestasi data.
c)            Dokumentasi
Kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data-data siswa-siswi SMA Negeri 5 Yogakarta maupun SMK Negeri 1 Depok yang dianggap berhubungan dengan objek penelitian.

  1. Rumusan Masalah
Sekilas gambaran keberadaan geng dikalangan remaja yang  telah disinggung pada kata pengantar , pada makalah ini penulis akan membahas tentang geng, mulai dari menjawab tentang apa sebenarnya hal yang mempengaruhi terbentuknya geng , kegiatan-kegiatan yang dilakukan geng, dan  dampak yang ditimbulkan dari adanya geng.
Selama ini citra yang ada  terhadap geng  adalah negatif, penulis tertarik untuk menyelidiki  kemungkinan ada tidaknya geng dengan kegiatan positif, juga ingin mencari tahu bagaimana solusi yang tepat untuk mengarahkan geng negatif  agar menjadi positif. 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Geng dan Perkembangan Sosial.
Geng dalam Kamus Inggris-Indonesia menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, secara etimologis Geng berasal dari bahasa inggris geng  yang berarti gerombolan atau kumpulan yang menguasai daerah tertentu dalam lingkungan tempat tinggal (keberadaannya). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Geng  adalah 1. Kelompok remaja (yang terkenal karena kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah, dsb) 2. Gerombolan.[3] Dapat juga merupakan kependekan dari gengster  yang terjemahannya adalah bandit atau penjahat. Sedangkan penulisan geng merupakan kata serapan dalam bahasa indonesia dari bahasa asing. Geng adalah sebuah komunitas anak muda sebagai tempat bertukar pikiran atau tempat yang digunakan untuk melakukan misi tertentu.[4]
Kelompok remaja biasanya tersusun secara informal dan lebih beraneka ragam dibanding teman sebaya pada  masa kanak-kanak. Aturan-aturan dan hukum-hukum disusun dengan baik, dan pemimpin atau kapten secara formal dipilih dan ditunjukkan dalam kelompok remaja. Menurut psikolog Dra.Winarini Wilman yang mengutip psikolog Santrock, biasanya dalam lingkungan sekolah banyak remaja yang membentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka terdiri atas orang-orang yang merasa punya ikatan kuat. Mereka kelihatan selalu bersama dalam melakukan aktifitas kelompok-kelompok pertemanan inilah yang dinamakan Peer Group yang biasanya kita menyebutnya Geng.
B.     Teori Pembentukan Kelompok
Geng dapat tercipta di lingkungan sekolah sebab sebagian besar waktu siswa dihabiskan di lingkungan sekolah. Terlebih siswa di tingkat SMA merupakan remaja yang secara psikologi kemampuan berpikir mereka sedang berkembang dan adanya keinginan memperluas pergaulan. Elizabeth B. Hurlock membagi pengelompokan sosial remaja dalam beberapa kategori, diantaranya[5]:
1.        Teman dekat, remaja biasanya mempunya dua atau tiga orang teman dekat atau sahabat karib. Teman dekat ini biasanya terbentuk antara anak dengan jenis kelamin yang sama.
2.        Kelompok kecil, biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya terdiri dari teman yang sesama jenis, tetapi kemudian meliputi teman yang berlainan jenis.
3.        Kelompok besar, terdiri dari beberapa kelompok kecil dan teman dekat. Karena kelompok ini jumlah anggota kelompoknya besar, maka penyesuaian minat berkurang dan terdapat jarak sosial yang lebih besar diantara anggotanya.
4.        Kelompok yang terorganisir, kelompok yang dibina oleh kelompok dewasa dan dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
5.        Kelompok geng, remaja yang tidak termasuk dalam kelompok besar dan merasa tidakpuas dengan kelompok organisasi mungkin akan mengikuti kelompok geng. Anggota geng biasanya terdiri dari anak-anak berjenis kelamin sama dan minat utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku antisosial.

Kesetiaan terhadap klik, klub, organisasi, dan tim menghasilkan kontrol yang kuat atas kehidupan banyak remaja (McLellan, Haynies, strouse, 1993)[6]. Klik dipandang memainkan peran penting dalam usaha remaja untuk mempertahankan harga diri dan perkembangan dari identitasnya (Coleman 1961; Erikson,1968). Tahap-tahap hubungan kelompok teman sebaya pada masa remaja menurut Dunphy:[7]
1)      Tahap pra-kerumunan; kelompok yang terpisah, berjenis kelamin sama.
2)      Awal kerumunan; kelompok dengan jenis kelamin sama mulai melakukan interaksi dengan kelompok lain.
3)      Kerumunan melewati proses transisi struktural; kelompok yang berjenis kelamin sama membentuk kelompok dengan jenis kelamin berbeda.
4)      Kerumunan yang sudah terbentuk dengan baik; kelompok dengan jenis kelamin yang berbeda mulai terhubungkan.
5)      Awal perpecahan kerumunan; kelompok mulai berhubungan antar kelompok.

C.    Fungsi dan Pembentukan Kelompok (Geng)[8]
Remaja bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa fisik maupun psikis. Tiap kelompok  remaja memiliki dua hal umum yang sama pada kelompok yang lain yaitu norma dan peran. Keduanya menentukan bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam kelompok tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa[9]:
a.     Kelompok remaja sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman dan terlindung yang diperolehnya dalam lingkungan kelompok.
b.     Kelompok remaja   memiliki  sifat-sifat positif dalam hal memberikan   kesempatan luas untuk melatih caranya bersikap, bertingkah laku dan hubungan-hubungan sosial
c.        wgp5dKelompok remaja memiliki segi negatif, bila ikatan antara mereka menjadi kuat, sehingga kelakuan mereka menjadi ” over acting” dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak.
Text Box: Gambar : Contoh Geng Remaja
Sumber : wikipedia.org

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa remaja yang menjadi anggota geng disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.      Adanya kesamaan latar belakang atau tujuan yang sama.
2.      Mencari popularitas, ingin lebih dikenal di kalangan teman sebaya.
3.      Memperluas pergaulan dan ingin lebih akrab dengan teman.
4.      Menghilangkan rasa sepi dan mencari kepuasan.
5.      Mencari rasa aman dan terlindungi dalam suatu kelompok.
6.      Dalam kelompok menyediakan dukungan fisik, psikis, maupun sosial.
7.      Memenuhi kebutuhan kasih sayang.
8.      Ingin mencari kebebasan, mandiri tanpa perhatian orang tua.
9.      Meningkatkan harga diri, percaya diri dan butuh akan pengakuan.

Keberadaan geng ini juga mempunyai beberapa dampak sebagai berikut:
1.    Menghasilkan kontrol yang kuat atas kehidupan banyak remaja.
2.    Lebih mengandalkan teman daripada orangtua.
3.    Geng merupakan ”Stasiun penghubung” antara lepasnya ketergantungan terhadap orang tua pada masa kanak-kanak.[10]
4.    Adanya ilusi bahwa kelompok tidak rawan atau rentan.[11]
5.    Pembatasan diri. Orang yang berbeda pendapat memutuskan untuk tidak berbicara daripada membuat permasalahan, melukai perasaan teman, atau mempermalukan diri
6.    Tekanan pada anak yang berbeda pendapat untuk melakukan konformitas. Kelompok mengolok dan memberi tekanan pada mereka yang berbeda pendapat untuk menaati aturan yang ada. Konformitas bisa negatif maupun positif. [12]

Perlu digaris bawahi bahwa tidak semua geng bersifat negatif, ada pula geng yang sifatnya positif. Sebaga pembanding, berikut ini terdapat beberapa indikator untuk membedakan geng positif dan geng negatif.
No
Indikator geng positif
Indikator geng negatif
1.
Kelompok bersifat informal.
Bersifat informal
2.
Tidak terstruktur.
Terstruktur.
3.
Kegiatannya bersifat konstruktif.
Kegiatannya bersifat destruktif
4.
Menghargai diri sendiri dan orang lain maupun kelompok lain.
Adanya penolakan dan pengabaian teman
5.
Tidak mengabaikan nilai-nilai dan peraturan sekolah dan orang tua.
Mengabaikan nila-nilai dan kontrol orang tua
6.
Memupuk solidaritas antar teman.
Etnosentrisme atau superior terhadap kelompok sendiri


D.   Perilaku Penyimpangan Sosial Remaja
Menurut Kartini Kartono, perilaku menyimpang merupakan tingkah laku yang menyimpang dari rata-rata masyarakat kebanyakan atau disebut juga dengan perilaku antisosial.[13] Terdapat banyak contoh perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja, seperti; tindakan kriminal dan kejahatan, mencorat-coret dinding di tempat-tempat umum, Text Box: Gambar: Perilaku Menyimpang remaja
Sumber: Wikipedia.org


tawuran antar pelajar, kenakalan remaja (Juvenile Deliquence), alkoholisme, penyalahgunaan narkotika dan lain sebagainya. tawur
            Salah satu indikasi bahwa suatu geng termasuk dalam kelompok yang negatif apabila geng tersebut melakukan penyimpangan atau tindakan-tindakan antisosial.

E.  Fenomena Geng di Kalangan Remaja
Berdasarkan penelitian melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang kami lakukan di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok, diperoleh data  hasil wawancara terhadap Guru Bimbingan Konseling dan Guru Pendidikan Agama Islam baik di SMA Negeri 5 Yogyakarta maupun di SMK Negeri 1 Depok dan wawancara terhadap beberapa siswa yang terlibat geng maupun di luar geng yang dilaksanakan pada hari Jum’at sampai hari Senin atau pada tanggal 9 sampai 12 Desember 2011, diperoleh data sebagi berikut:

1. Terdapat geng  yang bersifat postif saja di SMK Negeri 1 Depok
Berdasarkan hasil observasi, penulis menyimpulkan bahwa geng yang terdapat di lingkungan sekolah SMK Negeri 1 Depok adalah geng yang terbentuk secara natural di kalangan siswa-siswinya. Mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dan membentuk suatu kelompok. Biasanya geng atau kelompok yang terbentuk di SMK Negeri 1 Depok ini terjadi karena adanya kedekatan hubungan antar siswa atau adanya persamaan pandangan dan tujuan.
Jumlah geng yang terdapat di SMK Negeri 1 Depok ini sangat banyak dan  terbentuk secara alami, mereka cenderung tidak menyadari pembentukan geng tersebut. Geng atau kelompok-kelompok ini masih bersifat wajar dan tidak ada indikasi bahwa geng tersebut melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya negatif. Kesimpulan ini didasarkan pada indikasi-indikasi geng positif berikut ini:
                                               a.Kelompok bersifat informal
Geng atau kelompok tersebut bersifat informal dan terbentuk tanpa disengaja, ketika seseorang merasakan adanya kecocokan dengan siswa lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat siswa SMK Negeri 1 Depok yang mengaku bahwa mereka memang membentuk kelompok karena adanya kedekatan dengan siswa lain.
                                              b.Tidak terstruktur
Karena geng ini sifatnya informal, mereka tidak memiliki struktur keangotaan yang jelas seperti ketua geng dan yang  lainnya. Siswa SMK Negeri 1 Depok mengaku, keanggotaan kelompok mereka bersifat suka rela, tidak ada unsur keterpaksaan dan tidak memiliki struktur keanggotaan yang jelas.

                                               c.Kegiatannya bersifat konstruktif
Kegiatan yang dilakukan oleh geng-geng yang terdapat di SMK Negeri 1 Depok tidak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Siswa mengaku kegiatan yang mereka lakukan misalnya kumpul bareng, belajar kelompok, atau melakukan aktivitas baik disekolah maupun di luar sekolah bersama-sama.
                                              d.Menghargai diri sendiri dan orang lain maupun kelompok lain
Meskipun kelompok-kelompok remaja di SMK Negeri 1 Depok ini sangat banyak jumlahnya, mereka cenderung dapat berdampingan dengan kelompok remaja lain, baik yang terdapat di dalam sekolah maupun disekolah lain. Tidak ada permusuhan antar kelompok maupun tawuran antar geng. Dalam wawancara, Guru BK juga mnyampaikan bahwa di SMK Negeri 1 Depok tidak ada geng yang negatif, brutal, dan tidak pernah terlibat tawuran.

                                               e. Tidak mengabaikan nilai dan peraturan sekolah dan orang tua.
Siswa di SMK Negeri 1 Depok mengaku bahwa sejauh ini mereka tidak pernah malakukan pelangaran berat terhadap aturan-aturan di sekolah. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Guru BK, kalau pun ada pelangagaran,  pelangaran tersebut bersifat pribadi dan masih dapat ditolerir oleh pihak sekolah. Seperti membolos, mencontek, terlambat masuk sekolah dan lain sebagainya. Mungkin karena sebagain besar siswa SMK Negeri 1 Depok adalah perempuan, mereka cenderung lebih mudah di tata dan tidak berani malakukan pelanggaran seperti yang dilakukan oleh siswa laki-laki. Misalnya tawuran, merokok, balapan motor dan lain sebagainya.

                                               f. Memupuk solidaritas antar teman.
Dengan adanya kelompok mereka marasa saling terikat sehingga saling membantu satu sama lain.
      
2.       Terdapat geng yang bersifat negatif dan geng bersifat postif di SMA Negeri 5 Yogyakarta
Tidak semua geng bersifat negatif, ada pula geng yang bersifat positif. Begitu pula yang terjadi di SMA Negeri 5 Yogyakarta, namun yang akan dibahas lebih mendalam dalam poin ini adalah geng yang bersifat negatif. Dari pengakuan siswa-siswa yang terlibat geng, mereka mengaku tergabung dalam sebuah komunitas yang berinisial RVR atau Roever (baca: Ruver) yang merupakan kepanjangan dari Republic of Five Revolution.
Text Box: Gambar: Anggota geng Roever
Sumber: Dokumen penulis.
62242_106239286106095_100001600721456_48828_8267297_nGeng ini berangggotakan lebih dari seratus orangng dari siswa kelas X, XI, XII serta beberapa alumni. Guru BK dan Guru PAI yang menangani secara khusus kasus geng negatif ini mengaku bahwa geng ini terbentuk sejak tahun 2007.

Sebenarnya geng ini tidak berbeda jauh dengan geng lain yang biasanya terbentuk karena adanya kesamaan latar belakang, kedekatan, dan adanya tujuan yang sama.
              Berdasarkan hasil wawancara kami terhadap Guru BK dan Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogyakarta serta pengakuan “secara tidak langsung” dari siswa yang terlibat geng itu sendiri, dapat disimpulkan bahwa terdapat sebuah geng bersifat negatif yang mendominasi di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kesimpulan tersebut didasarkan pada indikator geng negatif berikut ini:
a.    Bersifat informal
262548_194226583974031_100001600721456_533443_882781_nText Box: Gambar: Logo geng Roever.
Sumber: Dokumen penulis
Geng yang terdapat di SMA Negeri 5 Yogyakarta bersifat informal namun memiliki sejumlah aturan. Lantaran bukan organisasi formal, kedudukan geng tidak pernah jelas dan tidak memiliki domisili lazimnya pusat cabang sebuah organisasi. Satu-satunya penanda keberadaan dan kolektivismenya, hanyalah logo atau inisial singkatan nama geng yang berceceran dimana-mana. Penyebaran corat–coret dinding bertujuan untuk; pertama, dikenal masyarakat. Kedua, merupakan simbol bahwa kekuatan ( kekuasaan) mereka juga besar.
b)   Terstruktur
Geng Roever ini memiliki struktur keanggotaan yang jelas seperti ketua, koordinator, dan lain sebagainya. Perekrutan anggotanya juga terkoordinir dan dilakukan tanpa sepengetahuan oleh guru. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah siswa yang tidak terlibat geng, mereka pernah ditawari untuk ikut bergabung dengan geng tersebut. Namun anggota geng mengaku bahwa mereka tidak pernah melakukan upaya perkrutan anggota. Mereka bergabung secara suka rela tanpa adanya paksaan.

c)    Kegiatannya bersifat destruktif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah anggota Roever, mereka mengaku bahwa kegiatan yang melakukan hanya sekedar kumpul-kumpul untuk mengisi waktu luang dan tidak ada hal negatif yang mereka lakukan. Bahkan tidak jarang mereka bergerak positif di bidang sosial dan agama. Misalnya, ketika Ramdhan geng Roeverr mengadakan acara Show on The Street, diisi dengan acara buka bersama dan makan sahur bersama, pengajian dan Mujahadahan.
Foto 0925
Text Box: Gambar: Contoh kegiatan destruktif geng Roever
Sumber: Dokumen penulis.
 Namun pada kenyataannya, data kesiswaan dari BK menunjukkan bahwa geng ini pernah terlibat dalam sejumlah tawuran antar pelajar khususnya dengan geng dari luar sekolah yaitu CBZ dari SMA Negeri 8 Yogyakarta. Pernah juga melakukan corat-coret dinding dan pelanggaran lain seperti merokok di lingkungan sekolah dan membolos.
d)   Adanya penolakan dan pengabaian terhadap kelompok lain.
Indikator lain yang menunjukan bahwa geng Roever ini bersifat negative adalah adanya penolakan terhadap geng atau kelompok lain. Geng Roever pernah terlibat dalam tawuran antar geng. Guru BK menyatakan bahwa tawuran antar geng ini biasanya disebabkan karena hal-hal yang sifatnya sepele. Seperti perebutan lahan, mudah terpancing pada perkelahian, atau karena egosentrisme angota geng.
e)    Mengabaikan nila-nilai dan kontrol orang tua.
Guru BK mengungkapkan bahwa setelah ditelusuri dan mengadakan pendekatan, sebagian besar siswa yang terlibat dalam geng negative merupakan anak yang berasal dari keluarga broken home atau karena kesibukan orang tua itu sendiri sehingga anak merasa kurang diperhatikan. Akibatnya anak mencari pelarian dengan bergabung dalam geng. Pergaulan yang negatif dalam geng juga membawa dampak terhadap anak seperti pembangkangan terhadap orang tua, guru, maupun peraturan di sekolah.
f)     Etnosentrisme atau superior terhadap kelompok sendiri.
Ketika anak sudah terlibat dalam suatu geng maka akan terjalin solidaritas yang tinggi antar anggota. Rasa solidaritas ini akan semakin kuat apabila terdapat musuh bersama dari luar. Etnosentrisme membawa beberapa dampak seperti munculnya pandangan bahwa kelompok sendiri lebih baik dari kelompok lain. Perkelahian antar geng juga dapat disebabkan karena pengaruh kelompok teman sendiri. Motivasi awalnya adalah kebutuhan akan rasa aman dan terlindung dari serangan lawan.

F.   Menanggulangi Geng Bermasalah  
                Berdasarkan hasil wawancara terhadap Guru BK dan Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogaykarta dan SMK Negeri 1 Depok, penulis menyimpulkan bahwa kelompok remaja sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman dan terlindung yang diperolehnya dalam lingkungan kelompok. Maka langkah tepat untuk mengatasinya adalah mengarahkan geng-geng ini menjadi positif. Mengingat banyaknya anggota geng yang melakukan pelanggaran dan meresahkan masyarakat, perlu adanya penanganan yang serius dari semua pihak.
Pembentukan kelompok harus disertai pengawasan agar rasa persatuan anggotanya tidak menjurus ke perbuatan-perbuatan yang merusak sehingga merugikan berbagai baik pihak. [14] Hal itu dapat dilakukan dengan cara:
1)        Pembentukan suatu kelompok perlu disertai suatu pengawasan. Pengawasan langsung terkadang sulit dilakukan, tetapi pengawasan yang tidak langsung akan lebih dapat diterima oleh kelompok.
2)        Tempat berkumpul anggota-anggota kelompok sebaiknya  pada tempat-tempat yang cukup terbuka.
3)        Sebaiknya dalam aktifitas kelompok diselipkan acara diskusi, perdebatan yang tidak hanya dilakukan oleh anggota sendiri tetapi mengikutsertakan orang luar.

Secara khusus SMA Negeri 5 Yogayakarta telah melakukan tindakan-tindakan untuk menaggulangi geng-geng bermasalah ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.    Melakukan pendekatan terhadap siswa yang bermasalah. Ibu Suminem selaku Guru BK di SMA Negeri 5 Yogyakarta mengakui bahwa pihak sekolah telah melakukan pendekatan terhadap siswa yang bermasalah. Upaya pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan sharing, mengadakan penyuluhan baik perorangan maupun kelompok dan mengundang orang tua siswa ke sekolah. Dalam upaya meminimalisir tindakan negatif yang dilakukan geng, pihak sekolah telah bekerja sama dengan pihak kepolisian di sektor terdekat, bekerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah dan beberapa penjual minuman di sekitar sekolah yang warungnya sering dijadikan sebagai tempat nongkrong geng tersebut.

2.    Menindak secara tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa. Berdasarkan hasil wawancara terhadap Guru BK, diperoleh data bahwa di SMA Negeri 5 Yogyakarta memberlakukan sistem point. Yaitu  pemberian poin plus bagi siswa berprestasi dan pemberian poin negatif terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa. Jumlah poin yang diberikan tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, berkisar anatara + 1 hingga ­­– 110. Khususnya untuk kasus tawuran poinnya – 110.  Jika poin siswa sudah melebihi –110 maka siswa dikembalikan pada orang tua (dikeluarkan dari sekolah). Beberapa kasus yang terjadi dari tahun 2007 hingga tahun 2011 diperoleh data bahwa sudah ada lima kasus Drop Out di SMA Negeri 5 Yogyakarta akibat tawuran.

3.    316992_225729807490375_100001600721456_638533_556727709_nText Box: Gambar: Grafity hasil karya siswa SMAN5   Yogyakarta
Sumber: Dokumen penulis.
Memperbanyak kegiatan yang bersifat keagamaan. Guru PAI memiliki peranan penting dalam rangka mengarahkan geng dalam kegiatan yang positif. Kegiatan keagamaan yang di lakukan di lingkungan sekolah banyak dibantu oleh alumni sebagaimana dinyatakan oleh  Ibu HJ. Mardiyah, M.Pd.I selaku Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kegiatan keagamaan tersebut diantara- nya adalah kajian rutin (dua kali dalam seminggu), tadarus al-Qur’an sebelum memulai pelajaran,  mengadakan Mabit (Malam Bina Iman dan Takwa), dan beberapa  kegiatan keagamaaan lainnya.
4.    Melengkapi saran dan prasarana yang dibutuhkan siswa.
Sekolah menyediakan dana khusus untuk pengadaan sarana dan prasarana siswa. Hal ini diupayakan untuk mengarahkan kegiatan siswa yang sifatnya positif dan mengembangkan bakat. Diantaranya adalah mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti PMR, Pecinta Alam, Teater, Band, KIR, Tonti (Pleton Inti), Basket, dan lain-lain. Sekolah juga memberikan dana khusus untuk mengalihkan kegiatan coret-coret tembok yang dilakukan geng dengan mengadakan lomba grafity yang memanfaatkan dinding pagar sekolah dan area parkir. 
                   
Upaya yang dilakukan sekolah tidak akan pernah dapat berhasil dengan baik tanpa adanya kerjasama dengan pihak orang tua siswa. Orang tua lah yang mempunyai tanggung jawab besar untuk mengarahkan anaknya untuk berlaku positif.

G. Antara Geng, Sekolah, Anak Didik, dan Guru
Membangun sekolah hakikatnya adalah membangun keunggulan manusia (Munif Chatib: Sekolahnya Manusia). Setiap anak memili bakat (keunikan kemampuan) yang berbeda. Setiap anak didik memiliki kecerdasan yang bermacam-macam, bisa jadi seorang anak memiliki potensi yang menonjol tetapi tidak masuk dalam kategori kecerdasan yang dianggap tidak penting di sekolah. Tugas seorang guru adalah discovering ability (menemukan kemampuan) peserta didik dan memicunya untuk berkembang bukan untuk mengubur kemampuan ataupun membunuh potensi, jadi guru harus memperhatikan kemampuan peserta didiknya dan mengasahnya, memberikan fasilitas perkembangannya, mengapresiasikannya, sehingga anak didik akan lebih senang dan terus mengembangkan bakatnya. Begitu juga dengan fenomena geng remaja yang harus mendapatkan perhatian dari guru, guru harus mengetahui  keberadaan geng tersebut, aktifitas, dan keunikannya, sebaiknya terus dilakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Guru harus bisa memandang dari segi postif yang harus dikembangkan dan dari sisi negatif yang harus diarahkan ke hal positif. Misal:
a.       Anak didik yang memiliki kemampuan dalam mencoret-coret dapat diadakan atau diikutkan lomba grafity di sekolah maupun diluar sekolah.
b.       Anak didik yang memiliki bakat kepemimpinan diberikan latihan dasar kepemimpinan dan diikutkan dalam organisasi sekolah agar dapat lebih mudah dalam mengawasi perkembangannya.
c.       Anak didik yang kecendrunganya memiliki kecerdasan kinestetik dapat diarahkan ke kegiatan bidang keolahragaan, PKS, Karate.
d.      Dan diadakan berbagai aktifitas yang lainnya sesuai  dengan minat anak didik: Pramuka, Rokhis, PMR, KIR, Study Club, Pecinta Alam, Band.

Dengan demikian hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam mengatasi masalah Fenomena geng remaja  adalah:
1)      Kesabaran, sangat dibutuhkan dalam mendidik dan mengatasi masalah
2)      Perhatian dan Kasih sayang yang tulus sangat dibutuhkan untuk pembentukan dan perubahan karakter
3)      Pendekatan  personal kepada peserta didik agar lebih dekat dan dapat mengawasi mereka
4)      Kenali keunikan keahlian dalam geng dan arahkan ke hal yang positif
5)      Hargai dan tunjukkan keahlian anak didik dengan memberikan fasilitas dan kegiatan untuk menunjang bakatnya.






BAB III
PENUTUP

Kelompok remaja atau yang lebih dikenal dengan istilah geng merupakan sebuah komunitas anak muda sebagai tempat bertukar pikiran atau tempat yang digunakan untuk melakukan misi tertentu yang biasanya terbentuk karena adanya kesamaan latar belakang, pandangan, dan tujuan. Geng ini pada umumnya terbentuk secara natural mengingat kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berinteraksi dengan orang lain. Kelompok remaja sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman dan terlindung yang diperolehnya dalam lingkungan kelompok.
Tidak semua geng bersifat negatif, ada pula yang bersifat positif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa geng atau kelompok remaja yang terdapat di SMK Negeri 1 Depok merupakan geng yang bersifat positif. Sedangkan di SMA Negeri 5 Yogyakarta terdapat geng yang bersifat positif dan ada pula geng yang bersifat negatif. Jumlah geng poitif baik di SMK Negeri 1 Depok maupun di SMA Negeri 5 Yogyakarta sangat banyak dan terbentuk begitu saja ketika siswa merasa ada kedekatan dan kecocokan dengan siswa lain. Namun di SMA Negeri 5 Yogyakarta juga terdapat sebuah geng negatif yang jumlah anggotanya besar dan terkoordinasi. Kesimpulan ini didapatkan dengan melihat indikasi geng positif dan geng negatif.
Suatu geng dapat dikatakan bersifat negatif apabila geng tersebut cenderung melakukan kegiatan yang menentang nilai dan norma yang berlaku. Hal negatif ini dapat diminimalisir dengan upaya pendekatan terhadap siswa bermasalah dan mengadakan penyuluhan. Kegiatan ekstrakulikuler juga perlu diadakan untuk mengisi waktu luang siswa sehingga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kegiatan yang sifatnya positif dan mengembangkan bakat siswa.


Daftar Pustaka
Alwi,Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Gunarsi, J. Singgih D. dan. Singgih D. Gunarsa. 1981.Psikologi Remaja. Jakarta: Bpk Gunung Mulia.

Hurlock, Elizabeth B. 2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.        

Kartono,Kartini. 1992. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia. 2009. Bandung: PT Mizan Pustaka

Santrock ,John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo.Persada.

Wade, Carrole & Carole Tavris. 2007. Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Majalah Bias edisi 6/ tahun XV/2011.



LAMPIRAN:
Data hasil wawancara terhadap Guru BK, Guru PAI dan siswa yang terlibat geng di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok.

A. Daftar Pertanyaan dan Jawaban untuk Masing-Masing Responden
     Daftar Responden dari SMA Negeri 5 Yogyakarta
1.      Guru PAI : Dra. H. Mardiyah
2.      Guru BP : Suminem
3.      Perwakilan anggota geng : 1. Fajrul Asyidiki   (siswa kelas XI )
2. Arif Nur Cahyo  (siswa kelas XI )
3. Ahamad Candra  (siswa kelas X )

1.      Apa pendapat anda tentang geng?
a.  Guru PAI: Geng itu biasanya terbentuk karena adanya keinginan atau tujuan  yang sama sadari sekelompok orang.
b. Guru BP: Remaja memang punya kecenderungan untuk berkelompok, ada yang sifatnya positif dan ada yang negatif. Kelompok atau geng yang negatif ini rata-rata anggota adalah anak yang merasa kesepian atau ingin mencari pelarian.
c. Anggota Geng   :Ya.. sekedar kumpul-kumpul aja buat ngisi waktu luang.
2.      Apakah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ada geng? Apa nama gengnya?
a.      Anggota Geng :  Ada. Kalau dulu namanya MIB atau Mataram In Blue. Sejak tahun 2010 nama gengnya diubah menjadi ROEVER (red: ruver). Biasanya disingkat menjadi RVR. Itu kepanjangan dari Repoblic Five Revolution.
3.      Bagaimana anggotanya? Termasuk besar atau kecil?
a.       Anggota Geng   : Anggotanya lumayan banyak. Kurang lebih seratus orang lebih. Dari kelas X sampai XII bahkan alumni.
4.      Sejak kapan geng tersebut dibentuk?
a.       Guru BP : Masih baru-baru ini, dulu tidak ada geng. Kalau tidak salah sejak tahun 2007 atau 2008.
b.      Anggota Geng : Sejak tahun 2007.
5.      Bagaimana perekrutan anggotanya?
a.       Anggota Geng : Kami bergabung dengan suka-rela dan tidak ada unsur paksaan. Biasanya pas masa pendaftaran siswa baru. Rata-rata anak yang ingin bergabung sudah mengetahui keberadaan geng kami sejak mereka masih di SMP.
6.      Mengapa ada kecenderungan bergabung dengan geng tersebut?
a. Guru PAI: Biasanya terjadi pada anak-anak yang kurang bisa memanfaatkan waktu luang, bisa juga dari anak-anak yang berasal dari keluarga broken-home yang ingin mencari tempat pelarian, anak-anak yang rapuh imannya dan rendah intelektual.
b. Guru BP  :Banyak alasan mengapa mereka bergabung dengan geng tersebut, misalnya karena kurang perhatian dan kurang pengawasan dari orang tuanya, ada rasa kesepian dan ingin mencari teman atau kurangnya kesadaran dan hanya menghabiskan waktu untuk huru-hara.
c. Anggota geng: Pengen cari temen aja. Dari sini kami juga belajar bagaimana menjalin solidaritas.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
7.         Apa manfaat geng?
a. Guru PAI: Hampir lebih banyak negatifnya dari pada manfaat positifnya. Paling tidak mereka belajar solidaritas. Tapi kalau hanya itu solidaritas bisa dibentuk dimana pun tanpa melalui geng ini.
b. Anggota Geng : Banyak, salah satunya ya menjalin solidaritas, bisa saling memahami karakter orang lain dan saling membantu kalau ada masalah.
8.         Apa saja kegiatan yang dilakukan geng tersebut?
a.       Guru PAI: Mereka itu hanya hura-hura dan menghabiskan waktu dengan sia-sia. Setahu saya hanya nongkrong-nongkrong, merokok, main PS atau sekedar jajan.
b.     Guru BP: Mereka biasanya nongkrong-nongkrong di warung tenda biru (red: sebutan untuk warung angkringan tak jauh di belakang SMA Negeri 5 Yogyakarta), kalau siang paling hanya main PS atau jajan. Tapi sebenarnya yang kami khawatirkan adalah aktivitas malamnya. Jujur saja kami tidak bisa menjangkaunya, karena sebenarnya tanggung jawab kami hanya ketika jam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), selain itu kembali pada orang tua siswa.
c.         Anggota geng: Kami tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma. Kalau hanya kumpul bareng itu-kan hal yang lumrah. Bahkan tidak jarang kami bergerak positif di bidang sosial dan agama. Misalnya, dulu ketika Ramdhan kami mengadakan acara Show on The Street, di isi acara buka bersama dan makan sahur bersama, pengajian dan Mujahadahan. Ketika ada bencana Merapi meletus kami juga mengirimkan relawan selain itu kami juga sering melakukan belajar bareng menjelang ujian. Hanya saja banyak orang yang sudah terlanjur mengecap kami sebagai geng yang negatif, padahal selama ini kami masih wajar-wajar saja.
9.      Adakah rival sesama geng? Mengapa?
a. Anggota geng: Jujur saja ada, dari SMA 8 yaitu geng CBZ. Itu kepanjangan dari Cantin Boyz. Awal mulanya dulu ketika salah satu anggota MIB ada yang mencoret-coret lahan CBZ dengan tulisan MIB dan mereka tidak terima atas perlakuan tersebut. Sebenarnya kami tidak pernah mencari-cari musuh tapi terkadang geng dari sekolah lain yang menyerang kami lebih dulu. Anak SMA Negeri 5 Yogyakarta yang merasa tidak mempunyai masalah bahkan tidak terlibat geng sering menjadi sasaran mereka.
10.  Apa kontribusi yang diberikan geng terhadap sekolah?
a. Anggota geng :Yang bisa merasakan kontribusinya adalah siswa. Kami sering mengadakan acara kepedulian sosial dan acara keagamaan seperti yang saya sebutkan tadi dan semua kami lakukan dengan suka rela.
11.  Apakah guru mengetahui kegiatan positif yang anda lakukan tadi?
a.Anggota geng :Iya, mereka tahu. Tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah terlanjur mengecap kami negatif.
12.  Pernahkah geng terlibat dalam sebuah kasus?
a. Anggota Geng: Pernah. Tetapi itu bukan pelanggaran berat dan pelanggaran yang sifatnya individu saja. Sekedar membolos jam pelajaran, merokok, mencontek, telat masuk sekolah.
b.Guru BK: Banyak sekali kasusnya. Seperti tawuran dengan geng di SMA 8 Yogyakarta dan corat-coret dinding. Tetapi kasus tawuran terjadi terakhir kali tahun 2009.
13.  Apa penyebab kasus tersebut terjadi?
a. Guru BK: Biasanya hanya masalah sepele. Misal perebutan pacar, lahan, etnosentrisme, anak yang mudah terpancing untuk berkelahi, kurangnya kepedulian sosial dan egsentrisme.
14.  Apa sanksi yang diberikan pihak sekolah?
a. Guru BK: pemberian poin negatif terhadap pelanggaran yang dilakukan. Jumlah poin yang diberikan tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, khususnya untuk kasus tawuran poinnya – 110. Maka siswa dikembalikan pada orang tua (dikeluarkan dari sekolah). Sudah ada lima kasus Drop Out di SMA Negeri 5 Yogyakarta akibat tawuran.

15.  Bagaimana langkah untuk mencegah tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh geng?
a. Guru PAI: Memperbanyak kegiatan yang bersifat keagamaan yang banyak dibantu oleh alumni. Diantaranya adalah kajian rutin (dua kali dalam seminggu), tadarus al-Qur’an sebelum memulai pelajaran,  mengadakan Mabit (Malam Bina Iman dan Takwa), dan beberapa  kegiatan keagamaaan lainnya. Untuk mempertebal iman siswa, sehingga tidak mudah terjerumus pada tindakan negatif.
b. Guru BK: Melakukan pendekatan terhadap siswa yang bermasalah, juga mengadakan penyuluhan baik perorangan maupun kelompok dan mengundang orang tua siswa ke sekolah. Dalam upaya meminimalisir tindakan negatif yang dilakukan geng, pihak sekolah juga telah bekerja sama dengan berbagai pihak. Sekolah Menindak secara tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa. Sekolah tidak segan untuk mengeluarkan siswa dari sekolah jika terlibat tawuran.
16.  Bagaimana mengarahkan agar geng tersebut dapat berkembang kearah positif? Sejauh ini sudah berhasilkah usaha tersebut?
a.    Guru BK: Melengkapi saran dan prasarana yang dibutuhkan siswa. Diantaranya adalah mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler. Sekolah juga memberikan dana khusus untuk mengalihkan kegiatan coter-coret tembok yang dilakukan geng dengan mengadakan lomba grafity yang memanfaatkan dinding pagar sekolah dan area parkir.  Masih belum berhasil, buktinya masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh siswa terutama yang terlibat geng.
17.  Apa harapan anda terhadap geng tersebut pada masa mendatang? Tetap diadakan atau dibubarkan?
a. Anggota geng: Harapan kami Roever tetap eksis dan dapat memberi kontribusi positif terhadap sekolah.
b.Guru BK: Saya harap Roever dapat segera dibubarkan. Karena hanya meresahkan dan banyak melakukan pelanggaran.
c. Guru PAI: Segera dibubarkan. Aktivitas yang dilakukan oleh geng hanya akan mengganggu proses belajar. Kebanyakan anak yang terlibat geng tidak dapat berkonsentrasi di dalam mengikuti pelajaran.

B.     Daftar Pertanyaan dan Jawaban untuk Masing-Masing Responden

1.    Apa pendapat anda tentang geng?
a.             Guru BP: Menurut saya geng adalah sekelompok remaja yang sifatnya negatif.
b.              Siswa SMK N 1 Depok : menurut kami geng adalah  kelompok anak-anak brutal*[15]
.
2.    Apakah di SMK 1  ada geng? Apa nama gengnya?
                                                       a.               Guru BP :  secara khusus di SMK N 1Depok tidak terdapat geng yang brutal dan merusak ataupun merugikan orang lain.
                                                       b.               Siswa SMK N 1 Depok : Di sekolah  kami tidak terdapat geng, kalaupun ada anak yang ikut geng kemungkinan hanya beberapa orang saja. Geng tersebut merupakan bawaan dari SMP.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               
3. Apa manfaat geng?
a.              Guru BP: Dengan seringnya berkumpul mereka belajar bersosialisasi. Saya rasa pergaulan dalam geng yang bersifat  negatif tidak ada manfaatnya secara nyata, mungkin hanya manfaat bagi dirinya sendiri yang memperoleh kepuasan dalam berteman..
b.             Siswa SMK N 1 Depok : banyak teman, bisa tukar pikiran.


[1] Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,  hal 205
[2] Majalah Bias,edisi 6/ tahun XV/2011, hal.4

[3]  Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal.353
[4]  Majalah Bias,edisi 6/ tahun XV/2011, hal.4                                   
[5]  Elizabeth B.Hurlock. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, 2002. Jakarta:  Erlangga, hal.215        
[6]  John W. Santrock , Adolescence Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga ,2003, hal. 236
[7] Ibid.,  hal.235
[8]   Ibid.,  hal.231
[9]  J. Singgih D. Gunarsi dan  Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1981, hal 95
[10] John W Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga, 2003, hal.236
[11] Carrole Wade & Carole Tavris, Psikolog , Jakarta: Erlangga ,2007, hal 303
[12] John W. Santrock,  Adolescence Perkembangan Remaja, 2003, Jakarta: 2003,  hal 221
[13] Kartini Kartono, Patologi Sosial.1992. Jakarta: Rajawali Pres. hal 95
[14]  J. Singgih D. Gunarsi dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1981, hal 96
*Siswa diluar geng : Kelompok anak-anak brutal yang memilih-milih teman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar