BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Anak SMA yang
tergolong remaja tentunya sarat dengan pencarian jati diri. Salah satu ruang
untuk mencari jati diri bagi remaja adalah komunitas sehobi atau sekedar mampu
menampung keinginan sesaat, yakni geng.[2] Tidak dapat dipungkiri juga sifat remaja yang
ingin tahu, suka mencoba-coba, dan meniru menjadikan mereka masuk ke dalam geng
sekolah. Apalagi ketika di rumah mereka diatur oleh orang tuannya tidak boleh
ini-itu, lain halnya di geng mereka bebas melakukan apapun, sehingga mereka lebih nyaman ketika berada di geng
daripada di rumah. Bahkan pencarian jati diri tersebut sering menjadi ajang
coba-coba yang mengarah pada hal negatif. Padahal pencarian jati diri yang
benar bukan sekedar coba-coba, perlu
cara, strategi dan pendampingan khusus.
Sebenarnya tidak ada
yang salah dengan munculnya geng-geng di kalangan remaja, sebab hal itu selaras
dengan kodratnya sebagai makhluk sosial. Akan tetapi, ketika mereka
bersekongkol melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain secara
terkoordinir, maka geng tersebut dapat dikatakan menyimpang. Justru yang
terjadi di lapangan adalah banyak geng yang melakukan perbuatan negatif dari
pada perbuatan positif.
Tindakan-tindakan
negatif yang dilakukan oleh geng ini misalnya adalah tawuran antar geng, mabuk-mabukan,
mencorat-coret dinding di tempat-tempat umum dan lain sebagainya. Jelas hal ini bertentangan dengan ajaran
islam, seperti yang tercantum dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 berikut ini,
tygsß ß$|¡xÿø9$#
Îû
Îhy9ø9$#
Ìóst7ø9$#ur
$yJÎ/
ôMt6|¡x.
Ï÷r&
Ĩ$¨Z9$#
Nßgs)ÉãÏ9
uÙ÷èt/
Ï%©!$#
(#qè=ÏHxå
öNßg¯=yès9
tbqãèÅ_öt
ÇÍÊÈ
ö@è%
(#rçÅ
Îû
ÇÚöF{$#
(#rãÝàR$$sù
y#øx.
tb%x.
èpt7É)»tã
tûïÏ%©!$#
`ÏB
ã@ö6s%
4 tb%x.
OèdçsYò2r&
tûüÏ.Îô³B
ÇÍËÈ
“Telah
tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan
perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Selama ini masyarakat telah
memberikan citra yang negatif terhadap geng, meskipun tidak semua geng bersifat
negatif. Ada pula geng yang bersifat positif. Namun tidak dapat dipungkiri hampir
sebagian besar kegiatan yang dilakukan geng adalah negatif, maka perlu adanya
penanganan yang serius dari semua pihak. Terlebih apabila kegiatan yang mereka
lakukan itu dapat mengganggu ketertiban umum.
Penelitian ini adalah
penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dengan pendekatan psikologi
perkembangan. Penelitian dilakukan di dua sekolah yaitu di SMA Negeri 5
Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok sebagai sebuah studi komparasi anatara geng
positif dan negatif. Dipilihnya subyek penelitian tersebut dengan pertimbangan penulis mengetahui latar belakang fenomena
geng di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok.
Pada penelitian ini,
data diperoleh dari lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data anatara
lain:
a)
Interview (wawancara)
Wawancara dilakukan dengan interaksi melalui tanya
jawab secara langsung yang terlibat dengan objek penelitian meliputi Guru
Bimbingan Konseling (Guru BK), Guru Pendidikan Agama Islam (Guru PAI), dan
beberapa siswa-siswi SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok yang
terlibat di dalam geng maupun di luar geng.
b)
Observasi (Pengamatan)
Pengamatan merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara mengamati secara langsung fenomena-fenomena, objek-objek yang
diteliti sehingga diharapkan peniliti dapat mengamati secara langsung kegiatan
Yang dilakukan objek penilitian dalam upaya menghindari kesalahan penafsiran
atau interprestasi data.
c)
Dokumentasi
Kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data-data
siswa-siswi SMA Negeri 5 Yogakarta maupun SMK Negeri 1 Depok yang dianggap
berhubungan dengan objek penelitian.
- Rumusan Masalah
Sekilas gambaran keberadaan geng dikalangan remaja yang telah disinggung pada kata pengantar , pada makalah ini penulis akan membahas tentang geng, mulai dari
menjawab tentang apa sebenarnya hal yang mempengaruhi terbentuknya geng ,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan geng, dan dampak yang ditimbulkan dari adanya geng.
Selama ini citra yang ada
terhadap geng adalah negatif, penulis tertarik untuk menyelidiki
kemungkinan ada tidaknya geng dengan kegiatan positif, juga ingin mencari
tahu bagaimana solusi yang tepat untuk mengarahkan geng negatif agar
menjadi positif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Geng dan Perkembangan Sosial.
Geng dalam
Kamus Inggris-Indonesia menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, secara
etimologis Geng berasal dari bahasa inggris geng yang berarti gerombolan atau kumpulan yang
menguasai daerah tertentu dalam lingkungan tempat tinggal (keberadaannya). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Geng adalah 1. Kelompok remaja (yang terkenal karena
kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah, dsb) 2. Gerombolan.[3] Dapat juga merupakan kependekan dari gengster yang terjemahannya adalah
bandit atau penjahat. Sedangkan penulisan geng merupakan kata serapan dalam
bahasa indonesia dari bahasa asing. Geng
adalah sebuah komunitas anak muda sebagai tempat bertukar pikiran atau tempat
yang digunakan untuk melakukan misi tertentu.[4]
Kelompok remaja biasanya tersusun secara informal dan
lebih beraneka ragam dibanding teman sebaya pada masa kanak-kanak. Aturan-aturan dan
hukum-hukum disusun dengan baik, dan pemimpin atau kapten secara formal dipilih
dan ditunjukkan dalam kelompok remaja. Menurut psikolog Dra.Winarini Wilman
yang mengutip psikolog Santrock, biasanya dalam lingkungan sekolah banyak
remaja yang membentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka terdiri atas orang-orang yang merasa punya ikatan
kuat. Mereka kelihatan selalu bersama dalam melakukan aktifitas
kelompok-kelompok pertemanan inilah yang dinamakan Peer Group yang biasanya kita menyebutnya Geng.
B.
Teori Pembentukan Kelompok
Geng dapat tercipta di
lingkungan sekolah sebab sebagian besar waktu siswa dihabiskan di lingkungan
sekolah. Terlebih siswa di tingkat SMA merupakan remaja yang secara psikologi
kemampuan berpikir mereka sedang berkembang dan adanya keinginan memperluas
pergaulan. Elizabeth B. Hurlock membagi pengelompokan sosial remaja dalam
beberapa kategori, diantaranya[5]:
1.
Teman dekat, remaja biasanya mempunya dua atau tiga orang teman dekat atau
sahabat karib. Teman dekat ini biasanya terbentuk antara anak dengan jenis
kelamin yang sama.
2.
Kelompok kecil, biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada
mulanya terdiri dari teman yang sesama jenis, tetapi kemudian meliputi teman
yang berlainan jenis.
3.
Kelompok besar, terdiri dari beberapa kelompok kecil dan teman dekat.
Karena kelompok ini jumlah anggota kelompoknya besar, maka penyesuaian minat
berkurang dan terdapat jarak sosial yang lebih besar diantara anggotanya.
4.
Kelompok yang terorganisir, kelompok yang dibina oleh kelompok dewasa dan
dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sosial.
5.
Kelompok geng, remaja yang tidak termasuk dalam kelompok besar dan merasa
tidakpuas dengan kelompok organisasi mungkin akan mengikuti kelompok geng.
Anggota geng biasanya terdiri dari anak-anak berjenis kelamin sama dan minat
utama mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
antisosial.
Kesetiaan terhadap
klik, klub, organisasi, dan tim menghasilkan kontrol yang kuat atas kehidupan
banyak remaja (McLellan, Haynies, strouse, 1993)[6].
Klik dipandang memainkan peran penting dalam usaha remaja untuk mempertahankan
harga diri dan perkembangan dari identitasnya (Coleman 1961; Erikson,1968). Tahap-tahap hubungan kelompok teman sebaya
pada masa remaja menurut Dunphy:[7]
1)
Tahap pra-kerumunan; kelompok yang terpisah,
berjenis kelamin sama.
2)
Awal kerumunan; kelompok dengan jenis kelamin
sama mulai melakukan interaksi dengan kelompok lain.
3)
Kerumunan melewati proses transisi struktural;
kelompok yang berjenis kelamin sama membentuk kelompok dengan jenis kelamin
berbeda.
4)
Kerumunan yang sudah terbentuk dengan baik;
kelompok dengan jenis kelamin yang berbeda mulai terhubungkan.
5)
Awal perpecahan kerumunan; kelompok mulai berhubungan
antar kelompok.
Remaja bergabung dengan
kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan,
baik yang berupa fisik maupun psikis. Tiap
kelompok remaja memiliki dua hal umum
yang sama pada kelompok yang lain yaitu norma dan peran. Keduanya menentukan
bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam kelompok tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa[9]:
a.
Kelompok remaja sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman
dan terlindung yang diperolehnya dalam lingkungan kelompok.
b.
Kelompok remaja memiliki sifat-sifat positif dalam hal memberikan kesempatan luas untuk melatih caranya
bersikap, bertingkah laku dan hubungan-hubungan sosial
c.
Kelompok remaja memiliki segi negatif, bila ikatan antara
mereka menjadi kuat, sehingga kelakuan mereka menjadi ” over acting” dan energi
mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak.
Kelompok remaja memiliki segi negatif, bila ikatan antara
mereka menjadi kuat, sehingga kelakuan mereka menjadi ” over acting” dan energi
mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak.
Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa remaja yang menjadi anggota geng disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya:
1.
Adanya kesamaan latar belakang atau tujuan yang sama.
2.
Mencari popularitas, ingin lebih dikenal di kalangan teman sebaya.
3.
Memperluas pergaulan dan ingin lebih akrab dengan teman.
4.
Menghilangkan rasa sepi dan mencari kepuasan.
5.
Mencari rasa aman dan terlindungi dalam suatu kelompok.
6.
Dalam kelompok menyediakan dukungan fisik, psikis, maupun sosial.
7.
Memenuhi kebutuhan kasih sayang.
8.
Ingin mencari kebebasan, mandiri tanpa perhatian orang tua.
9.
Meningkatkan harga diri, percaya diri dan butuh akan pengakuan.
Keberadaan
geng ini juga mempunyai beberapa dampak sebagai berikut:
1. Menghasilkan kontrol yang
kuat atas kehidupan banyak remaja.
2. Lebih mengandalkan teman
daripada orangtua.
3. Geng merupakan ”Stasiun
penghubung” antara lepasnya ketergantungan terhadap orang tua pada masa
kanak-kanak.[10]
5. Pembatasan diri. Orang yang
berbeda pendapat memutuskan untuk tidak berbicara daripada membuat
permasalahan, melukai perasaan teman, atau mempermalukan diri
6. Tekanan pada anak yang
berbeda pendapat untuk melakukan konformitas. Kelompok mengolok dan memberi
tekanan pada mereka yang berbeda pendapat untuk menaati aturan yang ada.
Konformitas bisa negatif maupun positif. [12]
Perlu digaris
bawahi bahwa tidak semua geng bersifat negatif, ada pula geng yang sifatnya
positif. Sebaga pembanding, berikut ini terdapat beberapa indikator untuk
membedakan geng positif dan geng negatif.
|
No
|
Indikator
geng positif
|
Indikator
geng negatif
|
|
1.
|
Kelompok bersifat informal.
|
Bersifat informal
|
|
2.
|
Tidak terstruktur.
|
Terstruktur.
|
|
3.
|
Kegiatannya bersifat konstruktif.
|
Kegiatannya bersifat destruktif
|
|
4.
|
Menghargai diri sendiri dan orang lain maupun kelompok lain.
|
Adanya penolakan dan pengabaian teman
|
|
5.
|
Tidak mengabaikan nilai-nilai dan peraturan sekolah dan orang tua.
|
Mengabaikan nila-nilai dan kontrol orang tua
|
|
6.
|
Memupuk solidaritas antar teman.
|
Etnosentrisme atau superior terhadap kelompok sendiri
|
D. Perilaku Penyimpangan Sosial Remaja
Menurut Kartini
Kartono, perilaku menyimpang merupakan tingkah laku yang menyimpang dari
rata-rata masyarakat kebanyakan atau disebut juga dengan perilaku antisosial.[13]
Terdapat banyak contoh perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja, seperti;
tindakan kriminal dan kejahatan, mencorat-coret dinding di tempat-tempat umum,
tawuran
antar pelajar, kenakalan remaja (Juvenile
Deliquence), alkoholisme, penyalahgunaan narkotika dan lain sebagainya. 
tawuran
antar pelajar, kenakalan remaja (Juvenile
Deliquence), alkoholisme, penyalahgunaan narkotika dan lain sebagainya. 
Salah
satu indikasi bahwa suatu geng termasuk dalam kelompok yang negatif apabila
geng tersebut melakukan penyimpangan atau tindakan-tindakan antisosial.
E.
Fenomena Geng di Kalangan Remaja
Berdasarkan
penelitian melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang kami lakukan di SMA
Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok, diperoleh data hasil wawancara terhadap Guru Bimbingan Konseling
dan Guru Pendidikan Agama Islam baik di SMA Negeri 5 Yogyakarta maupun di SMK
Negeri 1 Depok dan wawancara terhadap beberapa siswa yang terlibat geng maupun
di luar geng yang dilaksanakan pada hari Jum’at sampai hari Senin atau pada
tanggal 9 sampai 12 Desember 2011, diperoleh data sebagi berikut:
1. Terdapat geng yang
bersifat postif saja di SMK Negeri 1 Depok
Berdasarkan
hasil observasi, penulis menyimpulkan bahwa geng yang terdapat di lingkungan
sekolah SMK Negeri 1 Depok adalah geng yang terbentuk secara natural di
kalangan siswa-siswinya. Mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang
memiliki kecenderungan untuk berinteraksi dan membentuk suatu kelompok.
Biasanya geng atau kelompok yang terbentuk di SMK Negeri 1 Depok ini terjadi
karena adanya kedekatan hubungan antar siswa atau adanya persamaan pandangan
dan tujuan.
Jumlah geng
yang terdapat di SMK Negeri 1 Depok ini sangat banyak dan terbentuk secara alami, mereka cenderung
tidak menyadari pembentukan geng tersebut. Geng atau kelompok-kelompok ini
masih bersifat wajar dan tidak ada indikasi bahwa geng tersebut melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya negatif. Kesimpulan ini didasarkan pada
indikasi-indikasi geng positif berikut ini:
a.Kelompok bersifat informal
Geng atau kelompok tersebut
bersifat informal dan terbentuk tanpa disengaja, ketika seseorang merasakan
adanya kecocokan dengan siswa lain. Hal ini diperkuat oleh pendapat siswa SMK
Negeri 1 Depok yang mengaku bahwa mereka memang membentuk kelompok karena
adanya kedekatan dengan siswa lain.
b.Tidak terstruktur
Karena geng ini sifatnya
informal, mereka tidak memiliki struktur keangotaan yang jelas seperti ketua
geng dan yang lainnya. Siswa SMK Negeri
1 Depok mengaku, keanggotaan kelompok mereka bersifat suka rela, tidak ada
unsur keterpaksaan dan tidak memiliki struktur keanggotaan yang jelas.
c.Kegiatannya bersifat konstruktif
Kegiatan yang dilakukan oleh geng-geng
yang terdapat di SMK Negeri 1 Depok tidak jauh berbeda dengan remaja pada
umumnya. Siswa mengaku kegiatan yang mereka lakukan misalnya kumpul bareng,
belajar kelompok, atau melakukan aktivitas baik disekolah maupun di luar
sekolah bersama-sama.
d.Menghargai diri sendiri dan orang lain maupun kelompok lain
Meskipun kelompok-kelompok remaja di SMK Negeri 1
Depok ini sangat banyak jumlahnya, mereka cenderung dapat berdampingan dengan
kelompok remaja lain, baik yang terdapat di dalam sekolah maupun disekolah
lain. Tidak ada permusuhan antar kelompok maupun tawuran antar geng. Dalam
wawancara, Guru BK juga mnyampaikan bahwa di SMK Negeri 1 Depok tidak ada geng
yang negatif, brutal, dan tidak pernah terlibat tawuran.
e. Tidak mengabaikan nilai dan peraturan sekolah dan orang tua.
Siswa di SMK Negeri 1 Depok mengaku bahwa sejauh
ini mereka tidak pernah malakukan pelangaran berat terhadap aturan-aturan di
sekolah. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Guru BK, kalau pun ada
pelangagaran, pelangaran tersebut
bersifat pribadi dan masih dapat ditolerir oleh pihak sekolah. Seperti
membolos, mencontek, terlambat masuk sekolah dan lain sebagainya. Mungkin
karena sebagain besar siswa SMK Negeri 1 Depok adalah perempuan, mereka
cenderung lebih mudah di tata dan tidak berani malakukan pelanggaran seperti
yang dilakukan oleh siswa laki-laki. Misalnya tawuran, merokok, balapan motor
dan lain sebagainya.
f. Memupuk solidaritas antar teman.
Dengan adanya
kelompok mereka marasa saling terikat sehingga saling membantu satu sama lain.
2.
Terdapat geng yang bersifat negatif dan geng bersifat
postif di SMA Negeri 5 Yogyakarta
Tidak semua
geng bersifat negatif, ada pula geng yang bersifat positif. Begitu pula yang
terjadi di SMA Negeri 5 Yogyakarta, namun yang akan dibahas lebih mendalam
dalam poin ini adalah geng yang bersifat negatif. Dari pengakuan siswa-siswa
yang terlibat geng, mereka mengaku tergabung dalam sebuah komunitas yang
berinisial RVR atau Roever (baca: Ruver) yang merupakan kepanjangan dari
Republic of Five Revolution.

Geng ini
berangggotakan lebih dari seratus orangng dari siswa kelas X, XI, XII serta beberapa alumni. Guru
BK dan Guru PAI yang menangani secara khusus kasus geng negatif ini mengaku
bahwa geng ini terbentuk sejak tahun 2007.
Sebenarnya
geng ini tidak berbeda jauh dengan geng lain yang biasanya terbentuk karena
adanya kesamaan latar belakang, kedekatan, dan adanya tujuan yang sama.
Berdasarkan hasil wawancara kami
terhadap Guru BK dan Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogyakarta serta pengakuan
“secara tidak langsung” dari siswa yang terlibat geng itu sendiri, dapat
disimpulkan bahwa terdapat sebuah geng bersifat negatif yang mendominasi di SMA
Negeri 5 Yogyakarta. Kesimpulan tersebut didasarkan pada indikator geng negatif
berikut ini:
a.
Bersifat informal

Geng yang
terdapat di SMA Negeri 5 Yogyakarta bersifat informal namun memiliki sejumlah
aturan. Lantaran bukan organisasi formal, kedudukan
geng tidak pernah jelas dan tidak memiliki domisili lazimnya pusat cabang
sebuah organisasi. Satu-satunya penanda keberadaan dan kolektivismenya,
hanyalah logo atau inisial singkatan nama geng yang berceceran dimana-mana.
Penyebaran corat–coret dinding bertujuan untuk; pertama, dikenal masyarakat. Kedua,
merupakan simbol bahwa kekuatan ( kekuasaan) mereka juga besar.
b)
Terstruktur
Geng Roever ini memiliki struktur keanggotaan yang jelas seperti
ketua, koordinator, dan lain sebagainya. Perekrutan anggotanya juga
terkoordinir dan dilakukan tanpa sepengetahuan oleh guru. Bahkan berdasarkan
hasil wawancara dengan sejumlah siswa yang tidak terlibat geng, mereka pernah
ditawari untuk ikut bergabung dengan geng tersebut. Namun anggota geng mengaku
bahwa mereka tidak pernah melakukan upaya perkrutan anggota. Mereka bergabung
secara suka rela tanpa adanya paksaan.
c)
Kegiatannya bersifat destruktif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah
anggota Roever, mereka mengaku bahwa kegiatan yang melakukan hanya sekedar
kumpul-kumpul untuk mengisi waktu luang dan tidak ada hal negatif yang mereka
lakukan. Bahkan tidak jarang
mereka bergerak positif di bidang sosial dan agama. Misalnya, ketika Ramdhan
geng Roeverr mengadakan acara Show on The Street, diisi dengan acara
buka bersama dan makan sahur bersama, pengajian dan Mujahadahan.

Namun pada kenyataannya, data kesiswaan dari
BK menunjukkan bahwa geng ini pernah terlibat dalam sejumlah tawuran antar
pelajar khususnya dengan geng dari luar sekolah yaitu CBZ dari SMA Negeri 8 Yogyakarta. Pernah juga melakukan corat-coret dinding dan pelanggaran
lain seperti merokok di lingkungan sekolah dan membolos.
d)
Adanya penolakan dan pengabaian terhadap kelompok lain.
Indikator lain yang menunjukan bahwa geng Roever ini bersifat
negative adalah adanya penolakan terhadap geng atau kelompok lain. Geng Roever
pernah terlibat dalam tawuran antar geng. Guru BK menyatakan bahwa tawuran
antar geng ini biasanya disebabkan karena hal-hal yang sifatnya sepele. Seperti
perebutan lahan, mudah terpancing pada perkelahian, atau karena egosentrisme angota
geng.
e) Mengabaikan nila-nilai dan
kontrol orang tua.
Guru BK mengungkapkan bahwa setelah
ditelusuri dan mengadakan pendekatan, sebagian besar siswa yang terlibat dalam
geng negative merupakan anak yang berasal dari keluarga broken home atau karena kesibukan orang tua itu sendiri sehingga
anak merasa kurang diperhatikan. Akibatnya anak mencari pelarian dengan
bergabung dalam geng. Pergaulan yang negatif dalam geng juga membawa dampak
terhadap anak seperti pembangkangan terhadap orang tua, guru, maupun peraturan
di sekolah.
f)
Etnosentrisme atau superior terhadap
kelompok sendiri.
Ketika anak sudah
terlibat dalam suatu geng maka akan terjalin solidaritas yang tinggi antar
anggota. Rasa solidaritas ini akan semakin kuat apabila terdapat musuh bersama
dari luar. Etnosentrisme membawa beberapa dampak seperti munculnya pandangan
bahwa kelompok sendiri lebih baik dari kelompok lain. Perkelahian antar geng
juga dapat disebabkan karena pengaruh kelompok teman sendiri. Motivasi awalnya
adalah kebutuhan akan rasa aman dan terlindung dari serangan lawan.
F. Menanggulangi Geng Bermasalah
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Guru BK dan Guru PAI
di SMA Negeri 5 Yogaykarta dan SMK Negeri 1 Depok, penulis menyimpulkan bahwa
kelompok remaja sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman dan
terlindung yang diperolehnya dalam lingkungan kelompok. Maka langkah tepat
untuk mengatasinya adalah mengarahkan geng-geng ini menjadi positif. Mengingat banyaknya anggota geng yang melakukan
pelanggaran dan meresahkan masyarakat, perlu adanya penanganan yang serius dari
semua pihak.
Pembentukan
kelompok harus disertai pengawasan agar rasa persatuan anggotanya tidak
menjurus ke perbuatan-perbuatan yang merusak sehingga merugikan berbagai baik
pihak. [14]
Hal itu dapat dilakukan dengan cara:
1)
Pembentukan suatu kelompok perlu disertai suatu pengawasan. Pengawasan
langsung terkadang sulit dilakukan, tetapi pengawasan yang tidak langsung akan
lebih dapat diterima oleh kelompok.
2)
Tempat berkumpul anggota-anggota kelompok sebaiknya pada tempat-tempat yang cukup terbuka.
3)
Sebaiknya dalam aktifitas kelompok diselipkan acara diskusi, perdebatan
yang tidak hanya dilakukan oleh anggota sendiri tetapi mengikutsertakan orang
luar.
Secara khusus SMA Negeri
5 Yogayakarta telah melakukan tindakan-tindakan untuk menaggulangi geng-geng
bermasalah ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pendekatan terhadap
siswa yang bermasalah. Ibu Suminem selaku Guru BK di SMA Negeri 5 Yogyakarta
mengakui bahwa pihak sekolah telah melakukan pendekatan terhadap siswa yang
bermasalah. Upaya pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan sharing,
mengadakan penyuluhan baik perorangan maupun kelompok dan mengundang orang tua
siswa ke sekolah. Dalam upaya meminimalisir tindakan negatif yang dilakukan
geng, pihak sekolah telah bekerja sama dengan pihak kepolisian di sektor
terdekat, bekerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah dan beberapa penjual
minuman di sekitar sekolah yang warungnya sering dijadikan sebagai tempat
nongkrong geng tersebut.
2. Menindak secara tegas
terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa. Berdasarkan hasil wawancara terhadap
Guru BK, diperoleh data bahwa di SMA Negeri 5 Yogyakarta memberlakukan sistem
point. Yaitu pemberian poin plus bagi
siswa berprestasi dan pemberian poin negatif terhadap pelanggaran yang dilakukan
siswa. Jumlah poin yang diberikan tergantung pada tingkat pelanggaran yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, berkisar anatara + 1
hingga – 110. Khususnya untuk kasus tawuran poinnya – 110. Jika poin siswa sudah melebihi –110 maka siswa
dikembalikan pada orang tua (dikeluarkan dari sekolah). Beberapa kasus yang
terjadi dari tahun 2007 hingga tahun 2011 diperoleh data bahwa sudah ada lima
kasus Drop Out di SMA Negeri 5
Yogyakarta akibat tawuran.
3. 
Memperbanyak
kegiatan yang bersifat keagamaan. Guru PAI memiliki peranan penting dalam
rangka mengarahkan geng dalam kegiatan yang positif. Kegiatan keagamaan yang di
lakukan di lingkungan sekolah banyak dibantu oleh alumni sebagaimana dinyatakan
oleh Ibu HJ. Mardiyah, M.Pd.I selaku
Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kegiatan keagamaan tersebut diantara- nya
adalah kajian rutin (dua kali dalam seminggu), tadarus al-Qur’an sebelum
memulai pelajaran, mengadakan Mabit
(Malam Bina Iman dan Takwa), dan beberapa
kegiatan keagamaaan lainnya.

Memperbanyak
kegiatan yang bersifat keagamaan. Guru PAI memiliki peranan penting dalam
rangka mengarahkan geng dalam kegiatan yang positif. Kegiatan keagamaan yang di
lakukan di lingkungan sekolah banyak dibantu oleh alumni sebagaimana dinyatakan
oleh Ibu HJ. Mardiyah, M.Pd.I selaku
Guru PAI di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kegiatan keagamaan tersebut diantara- nya
adalah kajian rutin (dua kali dalam seminggu), tadarus al-Qur’an sebelum
memulai pelajaran, mengadakan Mabit
(Malam Bina Iman dan Takwa), dan beberapa
kegiatan keagamaaan lainnya.
4. Melengkapi saran dan
prasarana yang dibutuhkan siswa.
Sekolah menyediakan dana khusus untuk pengadaan
sarana dan prasarana siswa. Hal ini diupayakan untuk mengarahkan kegiatan siswa
yang sifatnya positif dan mengembangkan bakat. Diantaranya adalah mengadakan
kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler seperti PMR, Pecinta Alam, Teater, Band, KIR,
Tonti (Pleton Inti), Basket, dan lain-lain. Sekolah juga memberikan dana khusus
untuk mengalihkan kegiatan coret-coret tembok yang dilakukan geng dengan
mengadakan lomba grafity yang memanfaatkan dinding pagar sekolah dan area
parkir.
Upaya yang
dilakukan sekolah tidak akan pernah dapat berhasil dengan baik tanpa adanya
kerjasama dengan pihak orang tua siswa. Orang tua lah yang mempunyai tanggung
jawab besar untuk mengarahkan anaknya untuk berlaku positif.
G. Antara Geng, Sekolah, Anak Didik, dan Guru
Membangun sekolah hakikatnya adalah membangun keunggulan manusia
(Munif Chatib: Sekolahnya Manusia). Setiap anak memili bakat (keunikan
kemampuan) yang berbeda. Setiap anak didik memiliki kecerdasan yang
bermacam-macam, bisa jadi seorang anak memiliki potensi yang menonjol tetapi
tidak masuk dalam kategori kecerdasan yang dianggap tidak penting di sekolah.
Tugas seorang guru adalah discovering ability (menemukan kemampuan) peserta
didik dan memicunya untuk berkembang bukan untuk mengubur kemampuan ataupun
membunuh potensi, jadi guru harus memperhatikan kemampuan peserta didiknya dan
mengasahnya, memberikan fasilitas perkembangannya, mengapresiasikannya,
sehingga anak didik akan lebih senang dan terus mengembangkan bakatnya. Begitu
juga dengan fenomena geng remaja yang harus mendapatkan perhatian dari guru,
guru harus mengetahui keberadaan geng
tersebut, aktifitas, dan keunikannya, sebaiknya terus dilakukan pengawasan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Guru harus bisa memandang dari segi
postif yang harus dikembangkan dan dari sisi negatif yang harus diarahkan ke
hal positif. Misal:
a. Anak didik yang memiliki kemampuan dalam
mencoret-coret dapat diadakan atau diikutkan lomba grafity di sekolah maupun
diluar sekolah.
b. Anak didik yang memiliki bakat kepemimpinan
diberikan latihan dasar kepemimpinan dan diikutkan dalam organisasi sekolah
agar dapat lebih mudah dalam mengawasi perkembangannya.
c. Anak didik yang kecendrunganya memiliki
kecerdasan kinestetik dapat diarahkan ke kegiatan bidang keolahragaan, PKS,
Karate.
d. Dan diadakan berbagai aktifitas yang
lainnya sesuai dengan minat anak didik:
Pramuka, Rokhis, PMR, KIR, Study Club, Pecinta Alam, Band.
Dengan demikian
hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam mengatasi masalah Fenomena geng
remaja adalah:
1) Kesabaran, sangat dibutuhkan dalam
mendidik dan mengatasi masalah
2) Perhatian dan Kasih sayang yang tulus
sangat dibutuhkan untuk pembentukan dan perubahan karakter
3) Pendekatan personal kepada peserta didik agar lebih
dekat dan dapat mengawasi mereka
4) Kenali keunikan keahlian dalam geng dan
arahkan ke hal yang positif
5) Hargai dan tunjukkan keahlian anak didik
dengan memberikan fasilitas dan kegiatan untuk menunjang bakatnya.
BAB III
PENUTUP
Kelompok
remaja atau yang lebih dikenal dengan istilah geng merupakan sebuah komunitas anak
muda sebagai tempat bertukar pikiran atau tempat yang digunakan untuk melakukan
misi tertentu yang biasanya terbentuk karena adanya kesamaan latar belakang,
pandangan, dan tujuan. Geng ini pada umumnya terbentuk secara natural mengingat
kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki kecenderungan berinteraksi
dengan orang lain. Kelompok remaja
sulit ditiadakan, karena para remaja membutuhkan rasa aman dan terlindung yang
diperolehnya dalam lingkungan kelompok.
Tidak semua geng
bersifat negatif, ada pula yang bersifat positif. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa geng atau kelompok remaja yang terdapat di SMK Negeri 1
Depok merupakan geng yang bersifat positif. Sedangkan di SMA Negeri 5 Yogyakarta
terdapat geng yang bersifat positif dan ada pula geng yang bersifat negatif.
Jumlah geng poitif baik di SMK Negeri 1 Depok maupun di SMA Negeri 5 Yogyakarta
sangat banyak dan terbentuk begitu saja ketika siswa merasa ada kedekatan dan
kecocokan dengan siswa lain. Namun di SMA Negeri 5 Yogyakarta juga terdapat
sebuah geng negatif yang jumlah anggotanya besar dan terkoordinasi. Kesimpulan
ini didapatkan dengan melihat indikasi geng positif dan geng negatif.
Suatu geng dapat
dikatakan bersifat negatif apabila geng tersebut cenderung melakukan kegiatan
yang menentang nilai dan norma yang berlaku. Hal negatif ini dapat
diminimalisir dengan upaya pendekatan terhadap siswa bermasalah dan mengadakan
penyuluhan. Kegiatan ekstrakulikuler juga perlu diadakan untuk mengisi waktu
luang siswa sehingga dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kegiatan yang
sifatnya positif dan mengembangkan bakat siswa.
Daftar
Pustaka
Alwi,Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Gunarsi, J. Singgih
D. dan. Singgih D. Gunarsa.
1981.Psikologi Remaja. Jakarta: Bpk
Gunung Mulia.
Hurlock, Elizabeth B. 2002. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Kartono,Kartini.
1992. Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali
Press.
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia. 2009. Bandung: PT Mizan
Pustaka
Santrock ,John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sarwono,
Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja.
Jakarta: PT Raja Grafindo.Persada.
Wade, Carrole & Carole Tavris. 2007.
Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Majalah Bias
edisi 6/ tahun XV/2011.
LAMPIRAN:
Data hasil wawancara terhadap Guru BK, Guru PAI
dan siswa yang terlibat geng di SMA Negeri 5 Yogyakarta dan SMK Negeri 1 Depok.
A. Daftar Pertanyaan dan Jawaban untuk Masing-Masing
Responden
Daftar Responden dari SMA Negeri 5 Yogyakarta
1.
Guru PAI : Dra. H. Mardiyah
2.
Guru BP : Suminem
3.
Perwakilan anggota geng : 1. Fajrul Asyidiki (siswa kelas XI )
2. Arif Nur Cahyo
(siswa kelas XI )
3. Ahamad Candra
(siswa kelas X )
1.
Apa pendapat anda tentang geng?
a. Guru PAI: Geng itu biasanya terbentuk karena
adanya keinginan atau tujuan yang sama
sadari sekelompok orang.
b. Guru BP: Remaja memang punya kecenderungan untuk
berkelompok, ada yang sifatnya positif dan ada yang negatif. Kelompok atau geng
yang negatif ini rata-rata anggota adalah anak yang merasa kesepian atau ingin
mencari pelarian.
c.
Anggota Geng :Ya..
sekedar kumpul-kumpul aja buat ngisi waktu luang.
2.
Apakah di SMA Negeri 5 Yogyakarta ada geng? Apa nama gengnya?
a.
Anggota Geng :
Ada. Kalau dulu namanya MIB atau Mataram In Blue. Sejak tahun
2010 nama gengnya diubah menjadi ROEVER (red: ruver). Biasanya disingkat
menjadi RVR. Itu kepanjangan dari Repoblic Five Revolution.
3.
Bagaimana anggotanya? Termasuk
besar atau kecil?
a.
Anggota Geng :
Anggotanya lumayan banyak. Kurang lebih seratus orang lebih. Dari kelas X
sampai XII bahkan alumni.
4.
Sejak kapan geng tersebut
dibentuk?
a.
Guru BP : Masih baru-baru ini, dulu tidak ada geng. Kalau
tidak salah sejak tahun 2007 atau 2008.
b.
Anggota Geng : Sejak tahun 2007.
5.
Bagaimana perekrutan
anggotanya?
a. Anggota Geng : Kami
bergabung dengan suka-rela dan tidak ada unsur paksaan. Biasanya pas masa
pendaftaran siswa baru. Rata-rata anak yang ingin bergabung sudah mengetahui
keberadaan geng kami sejak mereka masih di SMP.
6.
Mengapa ada kecenderungan
bergabung dengan geng tersebut?
a. Guru PAI: Biasanya terjadi pada anak-anak yang kurang
bisa memanfaatkan waktu luang, bisa juga dari anak-anak yang berasal dari
keluarga broken-home yang ingin mencari tempat pelarian, anak-anak yang
rapuh imannya dan rendah intelektual.
b. Guru BP :Banyak
alasan mengapa mereka bergabung dengan geng tersebut, misalnya karena kurang
perhatian dan kurang pengawasan dari orang tuanya, ada rasa kesepian dan ingin
mencari teman atau kurangnya kesadaran dan hanya menghabiskan waktu untuk
huru-hara.
c. Anggota geng: Pengen cari temen aja. Dari sini kami
juga belajar bagaimana menjalin solidaritas.
7.
Apa manfaat geng?
a. Guru PAI: Hampir lebih banyak negatifnya dari pada
manfaat positifnya. Paling tidak mereka belajar solidaritas. Tapi kalau hanya
itu solidaritas bisa dibentuk dimana pun tanpa melalui geng ini.
b. Anggota Geng : Banyak, salah satunya ya menjalin solidaritas,
bisa saling memahami karakter orang lain dan saling membantu kalau ada masalah.
8.
Apa saja kegiatan yang
dilakukan geng tersebut?
a.
Guru PAI: Mereka
itu hanya hura-hura dan menghabiskan waktu dengan sia-sia. Setahu saya hanya
nongkrong-nongkrong, merokok, main PS atau sekedar jajan.
b.
Guru BP: Mereka
biasanya nongkrong-nongkrong di warung tenda biru (red: sebutan untuk warung
angkringan tak jauh di belakang SMA
Negeri 5 Yogyakarta), kalau siang
paling hanya main PS atau jajan. Tapi sebenarnya yang kami khawatirkan adalah
aktivitas malamnya. Jujur saja kami tidak bisa menjangkaunya, karena sebenarnya
tanggung jawab kami hanya ketika jam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), selain
itu kembali pada orang tua siswa.
c.
Anggota geng: Kami tidak melakukan hal-hal yang melanggar
norma. Kalau hanya kumpul bareng itu-kan hal yang lumrah. Bahkan tidak jarang
kami bergerak positif di bidang sosial dan agama. Misalnya, dulu ketika Ramdhan
kami mengadakan acara Show on The Street, di isi acara buka bersama dan
makan sahur bersama, pengajian dan Mujahadahan. Ketika ada bencana Merapi
meletus kami juga mengirimkan relawan selain itu kami juga sering melakukan
belajar bareng menjelang ujian. Hanya saja banyak orang yang sudah terlanjur
mengecap kami sebagai geng yang negatif, padahal selama ini kami masih
wajar-wajar saja.
9.
Adakah rival sesama geng?
Mengapa?
a. Anggota geng: Jujur
saja ada, dari SMA 8 yaitu geng CBZ. Itu kepanjangan dari Cantin Boyz. Awal
mulanya dulu ketika salah satu anggota MIB ada yang mencoret-coret lahan CBZ
dengan tulisan MIB dan mereka tidak terima atas perlakuan tersebut. Sebenarnya
kami tidak pernah mencari-cari musuh tapi terkadang geng dari sekolah lain yang
menyerang kami lebih dulu. Anak SMA Negeri
5 Yogyakarta yang merasa tidak mempunyai masalah bahkan tidak terlibat
geng sering menjadi sasaran mereka.
10.
Apa kontribusi yang diberikan
geng terhadap sekolah?
a. Anggota geng :Yang
bisa merasakan kontribusinya adalah siswa. Kami sering mengadakan acara
kepedulian sosial dan acara keagamaan seperti yang saya sebutkan tadi dan semua
kami lakukan dengan suka rela.
11.
Apakah guru mengetahui kegiatan
positif yang anda lakukan tadi?
a.Anggota geng :Iya, mereka tahu. Tapi mau bagaimana
lagi, mereka sudah terlanjur mengecap kami negatif.
12. Pernahkah geng terlibat dalam sebuah kasus?
a. Anggota Geng: Pernah.
Tetapi itu bukan pelanggaran berat dan pelanggaran yang sifatnya individu saja.
Sekedar membolos jam pelajaran, merokok, mencontek, telat masuk sekolah.
b.Guru BK: Banyak sekali kasusnya. Seperti tawuran dengan
geng di SMA 8 Yogyakarta dan corat-coret dinding. Tetapi kasus tawuran terjadi
terakhir kali tahun 2009.
13. Apa penyebab kasus tersebut terjadi?
a. Guru BK: Biasanya
hanya masalah sepele. Misal perebutan pacar, lahan, etnosentrisme, anak yang
mudah terpancing untuk berkelahi, kurangnya kepedulian sosial dan egsentrisme.
14. Apa sanksi yang diberikan pihak sekolah?
a. Guru BK: pemberian poin negatif terhadap pelanggaran yang
dilakukan. Jumlah poin yang diberikan tergantung pada tingkat pelanggaran yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, khususnya untuk kasus
tawuran poinnya – 110. Maka siswa dikembalikan pada orang tua (dikeluarkan dari
sekolah). Sudah ada lima kasus Drop Out
di SMA Negeri 5 Yogyakarta akibat
tawuran.
15. Bagaimana langkah untuk mencegah tindakan-tindakan
negatif yang dilakukan oleh geng?
a. Guru PAI: Memperbanyak kegiatan yang bersifat keagamaan yang banyak dibantu oleh alumni. Diantaranya adalah kajian rutin (dua kali dalam
seminggu), tadarus al-Qur’an sebelum memulai pelajaran, mengadakan Mabit (Malam Bina Iman dan Takwa),
dan beberapa kegiatan keagamaaan
lainnya. Untuk mempertebal iman siswa, sehingga tidak mudah terjerumus pada
tindakan negatif.
b. Guru BK: Melakukan pendekatan
terhadap siswa yang bermasalah, juga mengadakan penyuluhan baik perorangan
maupun kelompok dan mengundang orang tua siswa ke sekolah. Dalam upaya
meminimalisir tindakan negatif yang dilakukan geng, pihak sekolah juga telah
bekerja sama dengan berbagai pihak. Sekolah Menindak secara tegas terhadap
pelanggaran yang dilakukan siswa. Sekolah tidak segan untuk mengeluarkan siswa
dari sekolah jika terlibat tawuran.
16. Bagaimana mengarahkan agar geng tersebut dapat berkembang
kearah positif? Sejauh ini sudah berhasilkah usaha tersebut?
a. Guru BK: Melengkapi saran dan prasarana yang dibutuhkan siswa.
Diantaranya adalah mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler. Sekolah juga
memberikan dana khusus untuk mengalihkan kegiatan coter-coret tembok yang
dilakukan geng dengan mengadakan lomba grafity yang memanfaatkan dinding pagar
sekolah dan area parkir. Masih belum berhasil, buktinya masih banyak pelanggaran
yang dilakukan oleh siswa terutama yang terlibat geng.
17. Apa harapan anda terhadap geng tersebut pada masa
mendatang? Tetap diadakan atau dibubarkan?
a. Anggota geng:
Harapan kami Roever tetap eksis dan dapat memberi kontribusi positif terhadap
sekolah.
b.Guru BK: Saya harap Roever dapat segera dibubarkan.
Karena hanya meresahkan dan banyak melakukan pelanggaran.
c. Guru PAI: Segera
dibubarkan. Aktivitas yang dilakukan oleh geng hanya akan mengganggu proses
belajar. Kebanyakan anak yang terlibat geng tidak dapat berkonsentrasi di dalam
mengikuti pelajaran.
B. Daftar
Pertanyaan dan Jawaban untuk Masing-Masing Responden
1.
Apa pendapat anda tentang geng?
a.
Guru BP: Menurut saya geng adalah sekelompok remaja yang sifatnya negatif.
.
2.
Apakah di SMK 1 ada geng? Apa nama gengnya?
a.
Guru BP : secara
khusus di SMK N 1Depok tidak terdapat geng yang brutal dan merusak ataupun
merugikan orang lain.
b.
Siswa SMK N 1 Depok : Di
sekolah kami tidak terdapat geng, kalaupun ada anak
yang ikut geng kemungkinan hanya beberapa orang saja. Geng tersebut merupakan bawaan dari SMP.
3. Apa manfaat geng?
a.
Guru BP: Dengan seringnya berkumpul mereka belajar bersosialisasi.
Saya rasa pergaulan dalam geng
yang bersifat negatif tidak ada manfaatnya
secara nyata, mungkin hanya manfaat bagi dirinya sendiri yang memperoleh
kepuasan dalam berteman..
b.
Siswa SMK N 1 Depok : banyak teman, bisa tukar pikiran.
[4] Majalah
Bias,edisi 6/ tahun XV/2011, hal.4
[5] Elizabeth B.Hurlock. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, 2002. Jakarta: Erlangga, hal.215
[8] Ibid., hal.231
[9] J. Singgih D. Gunarsi dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1981, hal 95
[14] J. Singgih
D. Gunarsi dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Remaja, Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1981, hal 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar