by Fatkhatul Aliyah
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Masalah
kepercayaan atau keyakinan merupakan inti agama karena masalah tersebut
berkenaan dengan esensi dan eksistensi islam sebagai suatu agama dan merupakan
titk awal dari semua pemikiran teologik diantara orang-orang islam terdahulu.
Ibnu
taimiyyah teolog dari madzhb hanbali menyatakan masalah kepercayaan iman
merupakan permasalahan intern pertama yang terjadi diantara orang-orang islam,
karena masalah inilah orang-orang islam terpecah kedalam sekte dan golongan ,yang
berbeda-beda dalam menafsirkan kitab suci dan sunnah sehingga satu sama lain
saling menyebut kafir. Termasuk kelompok yang masuk ke gelanggang ini adalah
kelompok kharijiyyah atau khawarij.
Konsep
kunci yang diambil dan dibicarakan khawarij atau kharijiyyah berkaitan erat
dengan situasi politik pada masa itu.Konsep kunci yang dimiliki kharijiyyah
memiliki dua sisi yang berbeda; yakni politik dan teologik. Pada awal periode
Umayyah sisi politik lebih penting, bersama dengan berlalunya waktu,sisi
teologik lebih menonjol.
Permulaan
kharijiyyah memunculkan pertanyaan dasar menyangkut konsep kepercayaan iman
yang sangat khas berpusat pada masalah khilafah.Kharijiyyah berusaha mengaalhkan
dan mengutuk lawan-lawan politiknya,yakni umayah dan syi’ah.Mereka memformulasikan
pertanyaan dasarnya dengan cara ini.Apakah pengikut-pengikut Mu’awiyah dan
pendukung-pendukung mereka semuanya kafir karena mereka pendosa besar.
Kata-kata
kharijiyyah lahukmu illa lillah, tidak ada ketetapan kecuali ketetapan
tuhan,yang berdasarkan ayat al-Quran. Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Tuhan, maka mereka itu adalah orang-orang yang
tidak percaya,merupakan prinsip yang mengatur tindakan mereka. Orang yang mengabaikan ketetapan hukum tuhan
kharijiyyah mengecamnya sebagai kufr.
Siapakah sebenarnya yang layak
dihukumi (disebut) kafir?Yang layak disebut
kafir ialah orang
yang dengan terang-terangan tanpa
malu menentang dan
memusuhi agama Islam, menganggap dirinya kafir dan bangga akan
perbuatannya yang terkutuk.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kafir
Kāfir (bahasa Arab: كافر kāfir; plural كفّار kuffār) secara harfiah berarti
orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran[1].
Kāfir berasal dari kata kufur yang berarti ingkar, menolak atau menutup.
Kata kafir pada mulanya berarti
menutup. Al-Quran menggunakan kata tersebut untuk berbagai makna yang
masing-masing dapat dipahami sesuai kalimat dan konteksnya.
Kata
ini dapat berarti[2]:
a) Yang
mengingkari keesaan Allah dan kerasulan muhammad saw
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. w $oYÏ?ù's? èptã$¡¡9$# ( ö@è% 4n?t/ În1uur öNà6¨ZtÏ?ù'tGs9 ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# ( w Ü>â÷èt çm÷Ztã ãA$s)÷WÏB ;o§s Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# wur Îû ÇÚöF{$# Iwur ãtóô¹r& `ÏB Ï9ºs Iwur çt9ò2r& wÎ) Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÌÈ
3. Dan orang-orang yang kafir berkata:
"Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti
datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang ghaib, Sesungguhnya kiamat itu pasti
akan datang kepadamu. tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang
ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari
itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)".
b) Yang
tidak mensyukuri nikmat Allah
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
7. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih".
c) Tidak
mengamalkan tuntunan illahi walau memercayainya
§NèO öNçFRr& ÏäIwàs¯»yd cqè=çGø)s? öNä3|¡àÿRr& tbqã_ÌøéBur $Z)Ìsù Nä3ZÏiB `ÏiB öNÏdÌ»tÏ tbrãyg»sàs? NÎgøn=tæ ÄNøOM}$$Î/ Èbºurôãèø9$#ur bÎ)ur öNä.qè?ù't 3t»yé& öNèdrß»xÿè? uqèdur îP§ptèC öNà6øn=tã öNßgã_#t÷zÎ) 4 tbqãYÏB÷sçGsùr& ÇÙ÷èt7Î/ É=»tGÅ3ø9$# crãàÿõ3s?ur <Ù÷èt7Î/ 4 $yJsù âä!#ty_ `tB ã@yèøÿt Ï9ºs öNà6YÏB wÎ) Ó÷Åz Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( tPöqtur ÏpyJ»uÉ)ø9$# tbrtã #n<Î) Ïdx©r& É>#xyèø9$# 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÑÎÈ
85. Kemudian kamu (Bani
Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada
kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan
membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai
tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang
bagimu. apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah
dari apa yang kamu perbuat[68].
B.Konsep
Kharijiyyah tentang kufr
Iman
percaya dan kufr tidak percaya atau bentuk-bentuk personal yang
berhubungan,mu’min orang yang percaya dan kafir tidak percaya adalah dua
istilah yang paling penting di dalam quran. Dalam al-quran perbedaan antara
muslim dan kafir dinyatakan secara tegas. Semua muslim berada dalam lingkaran
dan berlawanan secara tajam dengan orang-orang yang berda di luar lingkaran
yakni kafir. Berbeda dengan pandangan kharijiyyah yang menyatakan bahwa yang
demikian tadi adalah gambaran yang ideal yang dirancang untuk menunjukkan
struktur konseptual masyarakat muslim, karena prosedur formal dari penyerahan
ini tidak sangat ketat, maka banyak orang yang kepercayaannya meragukan dapat
dengan mudah masuk ke dalam lingkaran dan menjadi anggota dari muslim dengan
hanya mengucapkan kalimah syahadah. Pemikirannya bahwa ruangan di dalam lingkaran tidaklah
murni dan bersih sebagaimana mestinya karena terdapat sejumlah besar
unsur-unsur yang meragukan dan yang tidak diinginkan yang sesungguhya mengotori
kemurnian masyarakat muslim yang ideal, pemikiran ini membentuk titik awal
gerakan kharijiyyah. Sesuatu yang dipersoalkan menurut konsepsi mereka yamg
muslim sejati dan yang muslim palsu. Muslim palsu adalah muslim nominal yang
lebih berbahaya karena mereka bercampur dengan muslim sejati. Dengan demikian
kharijiyyah membawa konsep kufr tepat ditengah-tengah umat islam. Dengan
munculnya kharijiyyah,bahaya yang tak terduga-duga muncul ke dalam komponen
masyarakat ummah.Tak seorangpun, bahkan tidak juga orang muslim taat dan
salih,yakin apakah ia dapat mempertahankan julukan muslim atau orang yang
percaya sampai akhir hayatnya. Seorang muslim kapan saja bisa dijuluki sebagai
kafir, bahkan bisa dikeluarkan dengan paksa dari ummah kelompoknya.Dan menurut pemahaman orang kharijiyyah radikal, maka
ia harus dibunuh.
Konsep
kafir semakin kompleks. Pada mulanya kafir adalah kafir, tidak lebih dari itu. Sekarang
konsep kafir menjadi konsep yang ganda. Secara subyektif, yakni bagi
orang-orang non kharijiyyah yang percaya
bahwa orang muslim yang semacam itu masih merupakan seorang muslim,
tetapi berdasarkan sudut pandang tertentu kharijiyyah ia sungguh-sungguh orang
yang tidak percaya.
Pada
zaman nabi orang yang kafir adalah orang yang tidak percaya yang tidak hanya
menolak untuk menyerahkan diri kepada tuhan, tetapi lebih-lebih mereka bertekad
untuk memerangi agama islam.
B.Struktur
dasar pemikiran kharijiyyah tentang kafir
Konsep
kafir dalam pemikiran kharijiyyah memainkan peranan yang jauh lebih penting
daripada mu’min orang yang percaya. Bukannya berusaha untuk mendefinisikan
mu’min, namun mereka berusaha untuk menentukan dengan pasti siapakah
orang-orang yang harus diusir dari masyarakat muslim. Pengusiran dengan segala
macam cara dilakukan; kemudian sisanya adalah benar-benar masyarakat
orang-orang percaya ideal. Orang-orang kharijiyyah terdahulu adalah muhakkimah
yang meninggalkan kelompok ali dalam pertempuran dengan mu’awiyyah menerima
arbitrasi, dengan alasan bahwa Ali mengikuti hukum manusia sebagai ganti dari
mentaati hukum illahi. Penerimaan terhadap keputusan manusia ini, dalam pandangan
mereka merupakan kasus kufr .Mereka melakukan takfir terhadap Ali, juga
terhadap dua orang penengah dan orang-orang yang terlibat dalam insiden
tersebut.
Orang
yang dianggap musyrik atau kafir dalam
konsep khas Azraqiyyah memiliki tiga ciri yakni:1)Semua orang muslim yang tidak
mengikuti pendapat mereka sampai sekecil-kecilnya adalah musyrik. 2)Semua orang
sekalipun mereka setuju dangan Azraqiyyah dalam teori, namun tidak melakukan
‘migrasi suci’ hijrah ke perkemahan mereka adalah mushrik 3) Ister-isteri dan
anak-anak dari orang musyrik tersebut juga musyrik, hal ini berarti semua
orang-orang tersebut dapat secara sah dibunuh dan harta mereka dirampas.
Konsep orang sufriyyah berkenaan
dengan masalah takfir adalah hanyalah kepada mereka yang berdosa yang tidak
meiliki wa’id secara khusus dan eksplisit kepada tuhan,yakni mereka yang secara
khusus tidak dikenakan hukuman dalam al-Quran. Misalnya seseorang yang
melakukan perzinaan al-quran menyebutnya secara eksplisit menyebutnya sebagai
zani ‘pezina’ tidak lebih tidak kurang dia adalah pezina, dan dihukum sesuai
kedudukannya yakni pezina bukan kafir. Dengan
kata lain, dia bukanlah seorang kafir maupun musyrik, orang seperti itu berada
di luar bidang percaya,tetapi tidak memasuki bidang kufr-shirk. Tetapi yang
melakukan suatu dosa yang tidak disebutkan secara eksplisit mengenai hukumannya
yang khusus di dalam quran, misalnya tidak melakukan solat, membatalkan pusa
ramadhan adalah seorang kafir dan perbuatannya disebut kufr.
Najdiyyah, para pengikut Najdah dalam
menyatakan konsep syirik dalam kasus-kasus tertentu masih menggunakan julukan
musyrik.Yang melakukan suatu dosa entah besar ataupun kecil dan tetap melakukan
musirr adalah kafir-musyrik. Namun bahkan seorang pendosa besar, seandainya ia
tidak terus melakukannya masih merupakan seorang muslim. Konsep mereka tentang
kafir memperkenalkan perbedaan yang penting : yakni kafir nikmah dan kafir
diin. Perbedaan ini berpegang pada makna kufr yang memiliki makna ganda. Kafir
ni’mah adalah tidak berterimakasih atau tidak bersyukur atas karunia yang
diterima, yang merupakan makna kata asal, yakni makna kata semenjak pra islam
2) Tidak percaya.
Kharijiyyah lain mengemukakan
perbedaan teoritik anatara kufr dan syirik. Misalnya hafsiyyah salah satu
sub-bagian Ibadiyyah yang penting, menjadikan ma’rifah Allah pengetahuan
tentang tuhan sebagai satu-satunya standar untuk membedakan kufr dengan syirik.
Mereka menegaskan orang yang mengenal tuhan, kemudian tidak percaya kepada yang lainnya yakni Nabi,surga,
neraka,dll atau melakukan hal-hal yang terlarang seperti pembunuhan adalah
kafir bukan seorang musyrik.
C. Pembagian
Orang Kafir dalam Islam menurut para ulama
Orang kafir dalam syari’at Islam ada empat macam[3] :
Pertama :
Kafir Dzimmy
Yaitu orang
kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan
bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh
dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada
mereka. “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shogirun
(hina, rendah, patuh)”. (QS. At-Taubah : 29).
Dan dalam hadits Al-Mughiroh bin
Syu’bah riwayat Bukhary beliau berkata :“Kami diperintah oleh Rasul Rabb kami
shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam untuk memerangi kalian sampai kalian
menyembah Allah satu-satunya atau kalian membayar Jizyah”.
Kedua : Kafir Mu’ahad
Yaitu orang-orang kafir yang telah
terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam
kurun waktu yang telah disepakati. Dan kafir seperti ini juga tidak boleh
dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Allah Jalla
Dzikruhu berfirman :“Maka selama mereka berlaku istiqomah terhadap kalian,
hendaklah kalian berlaku istiqomah (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 7). Dan Allah berfirman
:“Kecuali orang-orang musyrikin yang kalian telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka) dan mereka tidak mengurangi dari kalian sesuatu pun (dari isi
perjanjian) dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kalian,
maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. At-Taubah : 4).dan Allah menegaskan dalam firman-Nya :“Jika mereka
merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agama
kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu, karena sesungguhnya
mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya
mereka berhenti”. (QS. At-Taubah : 12).
Ketiga : Kafir Musta’man
Yaitu orang kafir yang mendapat
jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir jenis
ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih berada dalam jaminan keamanan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman
:“Dan jika seorang di antara kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka
lindungilah ia agar ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia
ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui”. (QS. At-Taubah : 6).
Dan dalam hadits ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam menegaskan :“Dzimmah
(janji, jaminan keamanan dan tanggung jawab) kaum muslimin itu satu, diusahakan
oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HSR. Bukhary-Muslim).Berkata Imam
An-Nawawy rahimahullah : “Yang diinginkan dengan Dzimmah di sini adalah Aman
(jaminam keamanan). Maknanya bahwa Aman kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah
sah (diakui), maka siapa yang diberikan kepadanya Aman dari seorang muslim maka
haram atas (muslim) yang lainnya mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam
Amannya”.
Keempat : Kafir Harby
Yaitu kafir selain tiga di atas. Kafir jenis inilah
yang disyari’atkan untuk diperangi dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam
syari’at Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi,Yusuf. FATAWA QARDHAWI Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah. 1996. Surabaya: Risalah Gusti
Isutzu,Toshihiko. Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam. 1994. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana
Shihab, M.
Quraish. Tafsir al-Misbah volume 15.2002. Jakarta: Lentera Hati